Jumat, 16 November 2018

Sejarah Koperasi



Pengetahuan tentang sejarah koperasi semenjak situasi yang menyebabkan kelahiran koperasi yang pertama kali didirikan (Rochdale) sampai saat ini, sangat penting untuk disimak. Terutama apabila kita ingin mengetahui kondisi-kondisi yang:
-          memungkinkan berdirinya koperasi,
-          memungkinkan berhasil dan berkembangnya koperasi serta
-          memungkinkan gagalnya koperasi.
Sejarah koperasi di berbagai negara dapat menceritakan berbagai keadaan yang memperlihatkan gagal atau suksesnya koperasi.

A. Situasi Menjelang Kelahiran Koperasi Rochdale

Dapat dikatakan bahwa meskipun koperasi nantinya dapat berubah menjadi sebuah sistem ekonomi, namun pada dasarnya koperasi lahir sebagai akibat dari adanya situasi ekonomi yang terkondisi oleh suatu sistim ekonomi, dalam hal ini adalah kapitalisme. Suatu sistem ekonomi yang lebih menyenderkan dirinya pada kapital. Kapital menjadi sangat penting dalam sistim ekonomi yang berlaku, sedemikian sehingga segala sesuatu selalu dibandingkan dan diperhitungkan berdasarkan kapital. Dalam keadaan sedemikian ini, manusia menjadi tidak bermakna sama sekali. Jelas saja, manusia dapat sakit, kapital tidak. Manusia mempunyai kebutuhan lain selain sebagai input produksi, sedangkan kebutuhan kapital ya hanya sebatas untuk produksi. Oleh karena itu manusia sering melawan keadaan yang dianggapnya tidak adil, di sisi lain kapital paling-paling rusak bila dipakai “over-burden”.
Sebagai akibatnya nilai manusia dari aspek produksi dan dari sudut kapitalis menjadi inferior dalam persaingannya dengan kapital. Dalam keadaan seperti ini, pengusaha akan selalu berusaha untuk mengurangi pemakaian tenaga kerja manusia. Pengusaha dalam hal ini kapitalis akan mengutamakan mesin atau kapital lainnya. Kedudukan buruh menjadi terjepit dan dalam menghadapi para pengusaha mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Di sinilah timbul pikiran positif dari para buruh. Mereka akan selalu berusaha untuk bekerja dengan baik, berusaha untuk tidak membolos, karena perbuatan ini akan dapat menjadi alasan bagi para pengusaha untuk memecat mereka. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut sekaligus juga agar tetap dapat melaksanakan tugas keluarga seperti berbelanja misalnya, mereka melakukannya secara bersama-sama dan bergantian dengan teman-temannya. Mungkin tanpa diduga, usaha ini menimbulkan keuntungan ganda. Selain mereka tetap dapat masuk kerja dengan baik, mereka akhirnya juga menyadari bahwa melakukan pembelian bersama, ternyata barang mejadi lebih murah. Hal ini mungkin merupakan akibat dari:
a.       Pembelian bersama merupakan pembelian dalam jumlah besar, sehingga biaya per unitnya menjadi lebih kecil.
b.      Pembelian bersama mengurangi kesempatan terjadinya persaingan antar pembeli.
c.       Pembelian bersama akan menurunkan biaya transportasi baik untuk mengangkut barang maupun untuk transportasi si pembeli.
Lebih jauh, kegiatan pembelian bersama tersebut ternyata memperluas wawasan mereka terhadap sumber atau pemasok barang yang lebih besar lagi, misalnya dengan membeli bersama-sama volume pembelian mereka cukup untuk melakukan pembelian secara grosir, atau bahkan dapat membeli langsung ke pabrik atau produsennya. Hal ini jelas akan lebih menguntungkan para buruh tersebut. Namun lebih daripada itu, para buruh mulai terbuka pikirannya. Ternyata dalam situasinya yang terpojok oleh persaingan dengan kapital, mereka masih mempunyai daya, masih mempunyai kekuatan, bilamana saja mereka mau bersatu, mau bekerjasama. Jadi kuncinya adalah kerjasama. Kerjasama merupakan dasar dari koperasi.
Namun demikian, tidak pula dapat dilupakan bahwa semenjak kelahiran dan kemudian pertumbuhannya, koperasi sangat banyak didorong oleh pemikiran-pemikiran yang dipelopori oleh aliran-aliran sosialis. Ada dua alasan mengapa pertumbuhan koperasi sangat dipengaruhi pemikiran sosialis:

1.      Motif utama sistim kapitalis, yang pada waktu itu berkuasa di banyak negara di Eropa, adalah memperoleh laba sebesar-besarnya. Sebagaimana telah dinyatakan di atas, sistim kapitalis sangat memberatkan kaum buruh. Dan gerakan sosialis berusaha untuk melenyapkan penderitaan ini. Di lain pihak Koperasi membentuk suatu dasar bagi organisasi kemasyarakatan (sosial) yang berbeda dengan bentuk cita-cita sistim kapitalisme. Kesempatan inilah yang memberikan peluang kepada sosialisme untuk mempunyai pengaruh dalam koperasi.
2.      Gerakan sosialis menganggap koperasi sebagai cara praktis kaum buruh melepaskan diri dari penindasan kaum kapitalis. Oleh karenanya, maka gerakan sosialis sangat menganjurkan berdirinya koperasi.
Akan tetapi, meskipun sangat disemangati oleh pemikiran sosialis, koperasi justru dapat lebih berkembang dengan baik di negara-negara demokrasi yang sebenarnya juga kapitalis itu. Hal ini disebabkan karena di negara-negara ini,
-          koperasi dapat melahirkan bibit-bibit yang baik (sebagai akibat dari adanya tekanan-tekanan terhadap buruh, timbullah kesadaran untuk bekerjasama)
-          sekaligus juga mendapat pupuk yang pas (yang berupa kebebasan berpikir dan bertindak)
B. Peristiwa-peristiwa di Inggris menjelang lahirnya koperasi
Sebagai akibat dari ditemukannya mesin uap oleh James Watt dan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan lainnya, di Inggris pada pertengahan abad XVIII dan kemudian dilanjutkan pada abad XIX, terjadi Revolusi Industri. Banyak pekerjaan yang semula dikerjakan oleh tenaga manusia, digantikan dengan tenaga mesin. Dari segi produksi, muncullah pabrik-pabrik. Timbullah persaingan antara tenaga manusia dengan mesin. Dapat diperkirakan bahwa dalam persaingan tersebut tenaga manusia akan mengalami kekalahan dan mesin muncul sebagai pemenang. Para pemilik lebih mengutamakan penggunaan tenaga mesin daripada tenaga manusia, karena penggunaan tenaga mesin mempunyai berbagai macam keunggulan. Mesin tidak mempunyai tuntutan selain bahan bakar dan kebutuhan penggerak mesin lainnya, mesin juga tidak mengenal jam kerja dan dapat dioperasikan kapan saja, mesin dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas, dll. Dari meluasnya penggunaan mesin dalam pabrik-pabrik ini, pada para pemilik pabrik timbullah cara berpikir yang lebih kapitalistis, yaitu cara berpikir yang sangat mengutamakan kapital. Para pemodal atau para kapitalis ini kemudian mempergunakan dengan sebaik-baiknya penemuan-penemuan baru, untuk memperkuat kedudukan ekonominya. Sistim ekonomi kapitalis ini dalam mencari keuntungan yang sebesar-besarnya mengacu kepada kebebasan individu, menimbulkan pemerasan oleh manusia atas manusia lainnya atau yang kemudian disebut sebagai homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi manusia lain. Hal ini berarti bahwa dalam sistim kapitalis, hanya sebagian kecil manusia dapat mengembangkan kemakmuran dirinya, sebagian besar manusia lainnya hidup dalam kemiskinan yang semakin luar biasa.
Akibat-akibat yang timbul sebagai akibat dari revolusi industri adalah:
1.      Perbedaan kemakmuran antara kaum kapitalis (pemilik pabrik) dengan kaum buruh semakin besar.
2.      Agar dapat bersaing dengan mesin, jam kerja buruh semakin panjang.
3.      Pengoperasian mesin-mesin tidak seberat dengan tenaga sehingga selain penggunaan buruh dapat ditekan, pemecatan juga terjadi sebagai akibat dari pengoperasian mesin dapat dilakukan oleh wanita dan anak-anak berumur di bawah 10 tahun.
4.      Harga mesin yang relatif mahal mengakibatkan semakin bertumbuhnya perusahaan-perusahaan besar.
Keempat hal di atas berarti bahwa revolusi industri mengakibatkan kehidupan buruh menjadi semakin merana. Namun selain itu revolusi industri masih mempunyai dampak lain yaitu:
-          Hancurnya tatanan lama dalam pergeseran urutan pentingnya faktor produksi serta kepemilikan faktor produksi. Dulu faktor produksi tanah atau alam yang dimiliki oleh para tuan tanah (kaum feodal) merupakan faktor produksi terpenting. Kini faktor produksi kapital yang dimiliki oleh kaum kapitalis menjadi lebih penting.
-          Revolusi industri juga menjadi penyebab timbulnya sistim pemikiran yang saling bertentangan, bahkan sampai saat ini, yaitu kapitalisme yang mendasarkan diri pada liberalisme di satu pihak dan sosialisme di pihak lain.
Lahirnya sistim-sistim pemikiran ini dimulai dari terbitnya buku karangan Adam Smith, yang kemudian dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi: “An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations” (1776). Dalam buku ini terkenal ungkapan Laisser faire lazer passer, yang kurang lebih bermakna biarkanlah semuanya berjalan sendiri sebagaimana mustinya, tidak perlu ada campur tangan. Selain itu, dalam buku ini juga tertulis tentang The invisible hands yaitu tangan-tangan yang tak terlihat yang akan mengatur keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan barang. Masalahnya buku ini tidak memuat penanganan korban-korban yang timbul sebagai akibat dari kemelut terjadinya perubahan fundamental dari sistim feodal menuju sistim kapitalis.
Wacana atau pemikiran Adam Smith ini didukung oleh Thomas Robert Malthus dalam bukunya “An essay on the principle of population as it affects the future improvement of a society” (1798). Dalam buku ini dikemukakan bahwa tanpa intervensi manusiapun keseimbangan kebutuhan dan pasokan pangan oleh manusia akan tercapai dengan sendirinya, meskipun dengan pengorbanan di pihak manusia misalnya berupa kelaparan, penyakit dan lain-lain. Buku ini sebetulnya sudah memberikan sumbangan kemajuan karena bagaimanapun juga dalam buku ini telah ditunjukkan mekanisme yang akan menjadi jalan bagi terjadinya keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan pangan.
Timbulnya wacana tentang kapitalisme, menimbulkan wacana baru yaitu ekonomi politik. Meskipun belum seterus terang John Meynard Keynes, namun wacana ini telah bicara mengenai campur tangan pemerintah antara lain melalui perpajakan. Tokoh-tokoh wacana ini adalah:
-          David Ricardo, dengan bukunya: The Principle of Political Economy and Taxation. (1817) dan
-          John Stuart Mill, dengan bukunya: The Principles of Political Economy (1848)
Wacana campur tangan negara tersebut kemudian berkembang menuju masyarakat sosialis. Sebenarnya, sosialisme muncul sebagai reaksi atas akibat dari kapitalisme pada industri modern. Robert Owen (1771-1858), dianggap sebagai pendiri sosialisme Inggris. Ia pulalah orang Inggris yang pertama-tama mempergunakan istilah sosialisme.
Robert Owen dilahirkan dari keluarga miskin pada tahun 1771. Pada waktu berumur 9 tahun ia keluar dari sekolah untuk kemudian magang kerja pada seorang pedagang kain. Dari keuletannya bekerja, kemudian ia mampu membeli sebuah pabrik di New Lanark, suatu daerah yang kotor. Tetapi satu tahun kemudian ia sudah berhasil mengubah masyarakat  New Lanark dan menciptakan pemandangan yang bersih, dengan rumah-rumah buruh yang rapi. Owen memperjuangkan penurunan jam kerja buruh serta penghapusan pemakaian tenaga kerja anak-anak di pabrik-pabrik.
Sebagai seorang sosialis utopis, ia mencita-citakan reorganisasi sosial dengan menganjurkan agar masalah kemiskinan dipecahkan dengan cara menjadikan orang-orang miskin, produktif. Untuk mencapai cita-citanya itu, ia menganjurkan didirikannya village of cooperative, atau desa gotong royong. Di desa tersebut, antara 800-1200 orang yang sebagian besar terdiri dari petani dan buruh pabrik, bekerja secara swa-sembada. Karena itu usaha Owen ini juga disebut sebagai self supporting home colony.
Cita-cita Robert Owen menjadikan sistem masyarakat sosialis kurang mendapat sambutan dari masyarakat feodal dan kapitalis di lingkungannya, karena mereka menganggap rencana tersebut sebagai ancaman atas posisi mereka. Akibatnya Owen pindah ke Amerika untuk mempromosikan idenya itu, tetapi di sanapun ia mengalami kegagalan dan pulang ke Inggris. Ia kemudian mendirikan gerakan moral yang luas dan dimulai dari kalangan buruh, dengan sebutan: The Grand National Moral Union of The Productive and Usefull Classes. Umumnya, pimpinan-pimpinan serikat buruh bernaung di bawah panji “the grand national” tersebut. Dalam bukunya yang berjudul “A New View of Society”, Owen menyatakan bahwa kejahatan-kejahatan dalam masyarakat bukan disebabkan oleh jeleknya moral mereka tetapi lebih disebabkan oleh keadaan. Ia yakin bahwa kejahatan dan kebejatan moral merupakan akibat dari keadaan sosial dan ekonomi yang jelek. Pendidikan dalam suatu lingkungan yang baru akan dapat menghasilkan manusia-manusia rasional, bersungguh-sungguh, hidup teratur dan rajin.
Pada tahun 1821, Owen, sebagaimana tertera dalam laporannya kepada kota kotapraja Lanark, menyatakan bahwa seharusnya yang digunakan sebagai dasar perhitungan yang adil dalam tukar menukar barang adalah tenaga buruh dan bukan uang. Oleh karenanya buruh berhak untuk menerima seluruh hasil produksinya.
Pada tahun 1832 di Gray’s Inn Road, London, Robert Owen mendirikan equitable labour exchange. Melalui equitable labour exchange ini, diharapkan buruh dapat menjual barang-barang yang harganya dihitung berdasarkan jam kerja yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menghasilkan barang yang dijual. Ini berarti akan tercipta suatu standar ukuran baru atas nilai suatu barang, sebagai pengganti uang, yang disebut sebagai labour notes. Untuk beberapa waktu, usaha ini menunjukkan keberhasilan, banyak pedagang yang mau menerima labour notes. Tetapi pada akhirnya toh mengalami kegagalan. Sebab-sebab kegagalan ini adalah:
1.      Untuk menghasilkan barang yang sama, seorang buruh membutuhkan waktu kerja yang berbeda dengan buruh yang lain.
2.      Labour notes sulit dipergunakan sebagai ukuran untuk menilai hasil pekerjaan intelektual
3.      Adanya kemunduran dari serikat-serikat pekerja pada pertengahan tahun 1830-an.
Pada tahun 1833, secara resmi mulailah gerakan kaum buruh di Inggris, Tujuannya bukan hanya untuk memperjuangkan hak-hak buruh, seperti masalah jam kerja dan kenaikan upah, tetapi lebih luas dari itu, yaitu ingin mengubah sistim sosial masyarakat. Meskipun Robert Owen gagal dalam mengembangkan cita-cita village cooperation dan usaha menciptakan labour notes tetapi masyarakat menilai Owen telah berhasil menciptakan iklim kerjasama (cooperation) di kalangan masyarakat sebagai pengganti iklim persaingan (competition) yang merupakan iklim yang mendominasi era revolusi industri.
Robert Owen sendiri lebih tepat dikatakan sebagai pejuang bagi kaum buruh daripada sebagai seorang pendiri koperasi. Namun banyak penulis mengakui bahwa koperasi Rochdale yang didirikan pada 12 Desember 1844 oleh 28 buruh yang dipimpin oleh Charles Howarth, diilhami oleh pemikiran Owen. Lebih dari separuh pendiri Rochdale adalah pengikut sosialisnya Owen, Owenist socialist. Sebagai bukti adanya pengaruh dari pandangan Owen terhadap koperasi Rochdale, dapat dilihat dari adanya surat dari Charles Howarth kepada Robert Owen, yang menyarankan agar Owen datang dan meninjau Rochdale, serta mengatakan bahwa orang-orang sosialis di Rochdale telah berhasil membawa banyak kaum buruh dan golongan menengah kepada pemikiran sosialisme.
C. Kelahiran dan Perkembangan Koperasi di berbagai Negara

1. Kelahiran dan Perkembangan Koperasi di Inggris

Buruh Inggris termasuk buruh yang paling menderita sebagai akibat dari kemajuan teknologi pada watu itu. Revolusi Industri menjadi mimpi buruk bagi kaum buruh di Inggris. Inggris memang merupakan negara tempat berbagai penemuan teknologi.             Penemuan mesin uap oleh James Watt, telah menjungkir balikkan tatanan sosial yang ada pada waktu itu. Hampir seluruh tenaga buruh industri diusahakan untuk diganti dengan mesin. Dalam keadaan seperti inilah, posisi buruh Inggris menjadi sangat rentan untuk terkena pemecatan. 
Di Rochdale, sebuah kota kecil di selatan London, Inggris, pada tahun 1844, terjadi pemogokan besar, buruh tenun di kota tersebut menuntut kepada para majikan agar tingkat gaji yang mereka potong dikembalikan ke tingkat gaji yang telah disetujui semula. Pemogokan inilah yang kemudian melahirkan the equitable pioneers of Rochdale, julukan yang diberikan kepada koperasi Rochdale. Julukan lain bagi koperasi ini adalah the hungry fortier, yang menunjukkan adanya kelaparan yang melanda buruh pabrik di Inggris pada tahun 1840-an. Sejumlah 28 orang pekerja pabrik tekstil, pada 12 Desember 1844 sepakat bekerjasama dalam kemampuan mereka yang sangat terbatas, dengan membentuk sebuah perkumpulan untuk meningkatkan kemakmuran mereka atau menolong diri mereka sendiri melalui kerjasama. Mereka inilah yang kini dikenal sebagai pelopor koperasi Rochdale, Rochdale Pioneers. Kemampuan mereka sangat terbatas sehingga mereka hanya mampu mengumpulkan masing-masing £1,-  atau terkumpul £28,- sebagai modal pertama. Beberapa hal yang mereka canangkan untuk dapat meningkatkan kemakmuran mereka adalah:

1.      Mendirikan toko/warung yang menjual berbagai kebutuhan harian
2.      Membangun/membeli rumah agar mereka dapat saling membantu dalam rangka memperbaiki taraf hidup
3.      Mendirikan pabrik untuk menampung pekerja yang menganggur
4.      Menyewa dan membeli tanah sebagai lahan bercocok tanam bagi buruh yang terkena PHK
5.      Membangun masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
6.      Membangun hotel-hotel sederhana di lingkungan perumahan kaum buruh.
Tentu saja hal-hal tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan sekaligus, mengingat keterbatasan kemampuan mereka itu. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mendirikan warung/toko kebutuhan sehari-hari. Mereka inilah pemilik dan pengawas bersama atas warung tersebut. Warung tersebut menjual kebutuhan sehari-hari dengan cara yang lebih baik daripada pelayanan yang diberikan oleh warung-warung yang telah ada sebelumnya.
Sepintas, nampak seolah-olah usaha warung ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Namun pelopor-pelopor gerakan koperasi Rochdale itu sejak semula yakin bahwa usaha tersebut juga merupakan usaha produktif, karena mereka sekaligus juga merupakan pemilik warung tersebut. Mereka adalah majikan perkumpulan tersebut. Ruangan atas warung koperasi Rochdale dipergunakan untuk ruangan berita koperasi. Dari tempat itu dapat diikuti kejadian-kejadian sehari-hari koperasi mereka sendiri. Di samping itu, disediakan pula ruangan perpustakaan yang memungkinkan para anggota menambah pengetahuan mereka. Soal-soal yang menyangkut kehidupan masyarakat mulai pula didiskusikan di dalam ruang koperasi itu. Tegasnya, koperasi Rochdale berusaha dengan sungguh-sungguh serta dengan tekun meningkatkan mutu pribadi dan mental berkoperasi anggota-anggotanya. Para pelopor Rochdale, dalam bekerja untuk perkumpulan, berpegang teguh pada azas-azas:
1.      Pengawasan oleh anggota secara demokratis
2.      Keanggotaan yang terbuka dan sukarela
3.      Pembatasan bunga atas modal
4.      Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan pembelian yang dilakukan pada koperasi
5.      Penjualan dilakukan sepenuhnya atas dasar tunai
6.      Penjualan hanya atas barang-barang yang sungguh-sungguh bermutu dan tidak dipalsukan
7.      Menyelenggarakan usaha pendidikan bagi anggota sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi
8.      Netral terhadap politik dan agama.
Selanjutnya para perintis Rochdale berusaha menanamkan kepada setiap anggota koperasi, tentang: dasar-dasar berkoperasi dan tentang cara-cara berusaha dengan bekerjasama untuk meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran masing-masing secara bersama-sama. Di kemudian hari di Inggris berdiri sekolah khusus koperasi di Manchester: The Cooperative College.
Koperasi Rochdale berhasil mengembangkan dirinya, dari sebuah warung menjadi usaha yang mampu mendirikan pabrik dan perumahan untuk para anggota sebagaimana dicita-citakan, serta bahkan menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan para pengurus koperasi. Ini semua dihasilkan bukan dalam sekejap mata tetapi melalui usaha yang tekun, jujur, rajin, penuh dengan kesadaran, dan kesetia-kawanan baik dari para pengurus dan para anggotanya. Pada awal perkembangannya, koperasi-koperasi konsumsi menghadapi sedikit kesulitan. Di antara koperasi-koperasi tersebut, terjadi persaingan pembelian. Hal ini menyebabkan harga barang-barang yang dibutuhkan naik. Namun kemudian koperasi-koperasi konsumsi yang mulai banyak tersebar di seluruh Inggris, berusaha bergabung dan bekerjasama dalam membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari anggotanya untuk mengisi toko-toko mereka. Dengan bergabung dan bekerjasama serta membeli secara besar-besaran, harga menjadi lebih murah dan mutu barang yang diinginkan dapat pula dijamin. Koperasi-koperasi di sekitar Rochdale menguasakan kepada koperasi Rachdale untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk mengisi toko-toko koperasi mereka. Cara seperti ini ternyata mempererat hubungan antar koperasi-koperasi itu sendiri dan juga hubungan antara koperasi dengan pedagang besar. Dengan demikian, pekerjaan dapat berjalan dengan lebih lancar, lebih menguntungkan dan yang terpenting dapat mencegah persaingan yang tidak sehat di antara koperasi-koperasi itu sendiri. Namun koperasi-koperasi itu belum cukup puas. Timbul gagasan untuk mendirikan pabrik-pabrik yang menghasilkan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang diperlukan oleh koperasi.
Pada tahun 1852, 8 tahun sesudah perkumpulan Rochdale berdiri, di Inggris telah terdapat tidak kurang dari seratus buah perkumpulan koperasi. Pada tahun 1862, koperasi-koperasi ini menyatukan diri menjadi Koperasi Pusat Pembelian dengan nama: The Cooperative Wholesale Society, yang disingkat dengan C.W.S.
Pada konggres koperasi nasional yang pertama yang diadakan oleh pemimpin-pemimpin koperasi di Inggris dan dihadiri oleh wakil-wakil koperasi dari negara-negara: Jerman, Denmark, Perancis dan Italia, terbentuklah sebuan kantor koperasi di kota Manchester. Tugas kantor ini diawasi oleh sebuah panitia atau komite yang disebut central board. Kemudian central board dan kantornya itu digabungkan dengan nama cooperative union. Tugas badan ini terutama memberikan petunjuk serta penyuluhan tentang persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kepada perkumpulan koperasi. CWS mengalami kemajuan pesat terutama ketika berada di bawah pimpinan J.T.W. Mitchel yang menjabat sebagai ketua dari tahun 1874-1895. Sepuluh tahun setelah berdirinya CWS, badan ini telah mampu memiliki dan memproduksi beberapa macam kebutuhan para anggota. Pada tahun 1873 badan ini mulai mendirikan pabrik biskuit, dan kemudian pabrik sepatu untuk dijual di toko-toko koperasi.
Pada tahun 1945, seratus tahun setelah koperasi Rochdale berdiri, C.W.S. telah memiliki 200 buah pabrik dan tempat usaha dan 43.000 pekerja. Peredaran modalnya meliputi £55.000.000,- Sedangkan The Scottisch CWS memberi lapangan pekerjaan kepada sekitar 9.000 orang buruh menghasilkan barang senilai kira-kira £12.000,-
Di sini cita-cita para Rochdale Pioneers untuk menjadi konsumen dari warungnya sekaligus menjadi produsen dari usahanya telah tercapai. Pada tahun 1950, penduduk Inggris berjumlah 50 juta orang, lebih dari 11 juta orang di antaranya adalah anggota koperasi.
Pada awalnya, koperasi-koperasi di Inggris memang didirikan oleh para konsumen, sehingga juga merupakan koperasi konsumsi. Dalam perkembangan selanjutnya, koperasi-koperasi di Inggris, melalui pabrik-pabriknya yang modern, kemudian juga bergerak di bidang industri pengolahan (prosesing), terutama industri kebutuhan sehari-hari: susu, es krim, konveksi dan batubara untuk pemanasan perumahan. Usaha ini juga berkembang di bidang pembungkusan, usaha pertanian dan juga seperti pada awalnya yaitu warung-warung. Bersama dengan Scotish Cooperative Wholesale Society, C.W.S., bahkan juga memiliki dan mengoperasikan perkebunan dan pabrik teh di Srilangka, kapal-kapal penangkap ikan di Laut Utara, pabrik tepung gandum, pabrik sepatu dan lain-lainnya. Sebagian besar dari usaha ecerannya (70%) meliputi penjualan makanan, minuman, daging, hasil-hasil ternak dan susu. Pada waktu perang dunia II, koperasi di Inggris ini melayani kebutuhan konsumsi bagi 25% dari penduduk seluruh negeri itu.
Koperasi juga menyelenggarakan pendidikan bagi para anggota dan bukan anggota; menerbitkan majalah berkala yang berpengaruh terhadap pendapat umum. Keinginan Inggris untuk tidak tergantung pada impor bahan-bahan makanan, dipenuhi dengan makin menumbuh-kembangkan koperasi pertanian, sehingga peranan koperasi menjadi semakin kokoh dan berpengaruh kuat terhadap perkembangan ekonomi di Inggris.
Sejak berdirinya tahun 1844, dari kota industri yang kecil ini, koperasi konsumen kemudian menyebar ke seluruh dunia. Selanjutnya, jenis koperasi konsumen ini dapat membanggakan diri sebagai koperasi paling sejati, koperasi paling tulen, baik karena kemurnian hubungan kerjanya yang disebabkan oleh:
a.       semua anggota koperasi kosumen adalah pemilik
b.      semua pekerja (buruh) koperasi konsumen adalah anggota koperasi, sehingga tidak mengenal hubungan majikan-buruh.
Maupun karena cirinya yang khusus sebagai gerakan konsumen (Consumer’s movement). Bahkan aliansi Koperasi Internasional terbesar di dunia, yaitu The International Co-operative Alliance (ICA) sebenarnya adalah aliansi koperasi konsumen, berdasarkan prinsip-prinsip Rochdale.

2. Perkembangan Koperasi di Perancis

Revolusi Perancis dan pembangunan-pembangunan yang mengikutinya, mengakibatkan timbulnya kemiskinan dan penderitaan rakyat Perancis. Tokoh-tokoh seperti Charles Fourier (1772-1837); Louis Blanc (1811-1882) dan Ferdinand Lasalle memelopori perbaikan nasib rakyat kecil. Mereka membangun koperasi produksi di antara para pengusaha kecil yang terbatas kemampuannya. Koperasi ini jenis koperasi “productive cooperative” atau “cooperative workshop” yang juga disebut sebagai “co-operatives”.
Kemudian di antara para pekarya, timbul koperasi kredit, yang kemudian berkembang menjadi koperasi produksi dalam arti co-opertive workshop atau koperasi di antara kaum pengusaha yang berasal dari kaum pekarya, demikianlah pula koperasi yang timbul di Perancis adalah koperasi produksi dalam bentuk co-operative workshop, yang juga berkembang menjadi koperasi pengusaha, ketika mempekerjakan buruh.
Saat ini jumlah koperasi di Perancis ada 476 dengan anggota +  3,5 juta orang, memiliki toko 9.900 buah dan perputaran modal sebesar 3.600 milyar frank

3. Perkembangan Koperasi di Jerman
Sekitar tahun 1848, ketika Inggris dan Perancis telah mencapai kemajuan dalam pembangunan industri mereka, hal sebaliknya terjadi di Jerman. Perekonomian Jerman bersifat agraris. Barang-barang Inggris dan Perancis yang diimpor ke Jerman menekan perkembangan industri Jerman. Rakyat petani pedesaan mengalami penderitaan.
Walikota Flammersfield, Frederich Wilhelm Raiffesen, memelopori dengan menganjurkan rakyat untuk bersatu dalam perkumpulan simpan pinjam. Setelah melalui beberapa kegagalan dan rintangan, Raiffesen mendirikan perkumpulan koperasi dengan pedoman kerja sebagai berikut:
  1. Para petani anggota koperasi wajib menyimpan sejumlah uang, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
  2. Uang simpanan boleh dikeluarkan sebagai pinjaman bagi petani-petani yang memerlukannya, dengan membayar bunga yang ringan. Penggunaan uang itu diawasi, dan terutama untuk tujuan produktif.
  3. Usaha koperasi, mula-mula dibatasi pada desa setempat, pada sekelompok orang yang saling mengenal agar tercapai kerjasama yang erat.
  4. Kepengurusan koperasi diselenggarakan dan dipegang sendiri oleh anggota yang dipilih tanpa mendapat upah.
5.      Keuntungan yang diperoleh dari perputaran uang simpanan merupakan milik perkumpulan koperasi dan digunakan untuk membantu kesejahtera-an masyarakat setempat.
Di sini terlihat bahwa para petani bergabung dalam koperasi dengan tujuan untuk saling membantu sesama mereka. Petani mendapatkan kredit dari sejumlah uang yang dari waktu ke waktu terkumpul dari uang simpanan mereka sendiri. Dari sinilah di Jerman tumbuh koperasi simpan pinjam yang bergerak di bidang pertanian, yang kemudian terkenal dengan nama Koperasi Kredit Pertanian model Reiffesen. Pada tahun 1866, Reiffesen menuliskan pengalamannya pada sebuah buku untuk dijadikan sebagai buku pegangan. Gerakan koperasi simpan pinjam di jerman ini pada awalnya tumbuh sangat lambat. Pada tahun 1885 baru terdapat 245 buah koperasi. Ketika Reiffesen meninggal pada tahum 1888, di Jerman telah berdiri 425 perkumpulan koperasi kredit yang ternyata sangat membantu pembangunan di Jerman pada waktu itu. Dalam perkembangannya, koperasi-koperasi kredit pertanian tersebut kemudian juga menangani kebutuhan sarana pertanian dan pemasaran hasil pertanian, sehingga menjadi koperasi kredit dan pembelian bersama. Dengan lain perkataan, koperasi Reiffeisen telah berkembang dari koperasi simpan pinjam menjadi koperasi serba usaha, yaitu: usahasimpan pinjam dan pembelian bersama. Di sini kita dihadapak pada pilihan: Pada sektor pertanian, di kalangan petani pedesaan, jenis koperasi apakah yang sebaiknya ada? Sejarah koperasi di Jerman telah membuktikan bahwa koperasi kredit yang ada telah berkembang menjadi koperasi serba usaha. Pada tahun 1891, jumlah ini sudah meningkat menjadi 885 buah koperasi dan di tahun 1938, jumlah itu telah mencapai 1800 buah dengan jumlah anggota seluruhnya sekitar dua juta orang.
Di Jerman ada seorang pelopor lagi, Hermann Schultze, seorang hakim, dari kota Delitzcsh, sehingga lebih terkenal dengan sebutan Schultze Delitzcsh. Ia memperoleh kesempatan untuk memperhatikan serta mempelajari kehidupan kaum buruh dan tukang-tukang pengrajin di kota-kota. Pada waktu itu nasib kaum buruh dan tukang-tukang sangat menderita. Nasib mereka sangat menyedihkan bukan saja karena tidak mampu bersaing dengan kaum industriawan yang bermodal besar, tetapi juga karena sukarnya memperoleh modal atau kredit dengan syarat-syarat yang mudah dan ringan. Untuk itu Herman Schultze memelopori pembangunan koperasi simpan pinjam di daerah perkotaan yang susunan serta cara kerjanya mirip dengan susunan dan cara kerja sebuah bank. Pada tahun 1849, ia merumuskan pedoman kerja untuk koperasinya sebagai berikut:
  1. Uang simpanan modal kerja perkumpulan koperasi dikumpulkan dari siapa saja yang menjadi anggota koperasi. Anggota-anggota terdiri dari setiap unsur dalam masyarakat, terutama pengusaha kecil dan pedagang kecil.
  2. Daerah kerjanya bukan daerah pertanian melainkan daerah perkotaan, dimana banyak tinggal pengusaha dan pedagang kecil.
  3. Pengurus koperasi dipilih dan diberi upah atas pekerjaannya.
  4. Pinjaman-pinjaman yang dikeluarkan bagi anggota terutama bersifat jangka pendek dan diberikan kepada mereka yang berusaha sebagai pedagang atau pengusaha kecil.
  5. Keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman dibagikan kepada anggota.
Pada koperasi Schultze-Delitzsch, terjadi perkembangan lebih lanjut, Dari koperasi kredit di kalangan kaum pekerja dan pekarya, koperasi ini terus berkembang sebagai koperasi kredit (yang kemudian dikenal sebagai Credit Union). Koperasi antar pekarya ini kemudian juga berkembang menjadi apa yang kita sebut sebagai “Co-operative Workshop” atau “Bengkel Koperasi” yang dikelola oleh para pekarya, tanpa adanya hubungan majikan buruh, namun setelah usahanya maju, para pekarya (artisan) ini kemudian dapat menerima buruhke dalam bengkel/pabrik atau badan usahanya. Dalam hal ini si artisan kemudian berubah menjadi pengusaha. Oleh karena itu, Co-operative Workshop ini kemudian berkembang menjadi kaum pengusaha. Sekali lagi, dalam perkembangan koperasi telah muncul jenis koperasi kredit di antara para pekerja dan buruh di daerah perkotaan, yang kemudian berkembang menjadi koperasi pengusaha.
Koperasi Reiffesen dan Schultze Delitzcsh berhasil tumbuh dan berkembang dengan baik di seluruh  Jerman. Koperasi Reiffesen di Jerman kemudian juga berkembang menjadi bank. Persatuan koperasi di Jerman sampai Desember 1969 berjumlah 115 buah dengan anggota 2.235.000 orang dan perputaran modal sebesar 4.827 milyard D.M.

4. Perkembangan Koperasi di Swedia
Sejak semula koperasi di negeri ini terutama ditujukan untuk dapat menyediakan barang dengan harga yang rendah tetapi dengan mutu yang baik. Kuatnya kekuasaan monopoli di Swedialah yang telah menyebabkan tumbuhnya koperasi untuk meniadakan kekuatan tersebut. Mereka mempersatukan diri dalam koperasi dengan keyakinan bahwa dengan menyatukan kaum konsumen mereka dapat menolong diri-sendiri dan terhindar dari sistim kapitalis yang kuat memgang monopoli dagang. Berkat kesadaran anggota dan upaya pengurus, koperasi-koperasi di Swedia pada tahun 1911 berhasil merobohkan monopoli perseroan besar milik sekelompok perusahaan yang semula sangat berkuasa dalam menentukan harga penjualan margarine di degara itu.
Pada tahun 1926, koperasi berhasil menghancurkan monopoli penjualan tepung terigu yang dimiliki perusahaan swasta. Pada tahun-tahun berikutnya koperasi berhasil pula menyelenggarakan usaha pembuatan lampu pijar dan sepatu untuk keperluan penduduk seluruh negeri dan mengalahkan saingannya yang sudah bertehun-tahun berusaha di bidang itu. Sejak koperasi berhasil mengambil peranan dalam usaha pembuatan barang-barang keperluan rakyat, hasil dan jumlah produksinya semakin meningkat. Minyak nabati, tepung terigu, barang-barang makanan dalam kaleng, sepatu, pipa untuk salurang air ledeng, keramik, kertas, papan untuk dinding, fiber, pakaian jadi, pupuk dan sarana pertanian merupakan barang-barang yang termasuk dalam kegiatan koperasi. Semua itu dilaksanakan dengan kepemilikan sebanyak lebih dari 90 buah pabrik dan tempat usaha. Toko-toko eceran milik koperasi tersebar luas di seluruh negeri dan menduduli 20% dari seluruh penjualan eceran di negeri itu. Dapat dikatakan satu dari dua orang Swedia adalah anggota koperasi. Pada tahun 1949, jumlah anggota dari 674 buah koperasi dengan 7.500 buah cabangnya mencapai hampir satu juta keluarga. Dalam gerakan koperasi Swedia terkenal tokohnya Albin Johansen, yang memimpin koperasi selama bertahun-tahun. Kesempatannya duduk di pemerintahan Swedia memberikan kesempatan bagi koperasi untuk lebih mengembang-kan sayap dan usahanya. Ia berhasil menasionalisasikan perusahaan penyaringan minyak bumi dan menyerahkannya kepada koperasi.
Rahasia keberhailan koperasi-koperasi di Swedia adalah berkat program-program pendidikan mereka yang disusun secara teratur, pendidikan orang dewasa di Sekolah Tinggi Rakyat serta kelompok lingkaran studi (Study Circle) dalam pendidikan luar sekolah. Koperasi Pusat Penjualan (Cooperative forbunded), mensponsori program-program pendidikan yang meliputi 400 jenis kursus teknis yang diberikan bagi karyawan koperasi dan anggota pengurus. Selain itu diberikan pula pendidikan bagi rakyat pada umumnya di daerah kerja koperasi.

5. Perkembangan Koperasi di Denmark
Denmark merupakan salah satu negara di Eropah yang dapat menjadi contoh baik dalam penyelenggaraan koperasi pertanian. Para petani Denmark yang umumnya hanya memiliki tanah sempit serta dengan produksi yang kecil, namun dengan koperasi mereka telah berhasil menyatukan usaha-usaha pertanian skala kecil ini, sehingga baik dalam cara produksi maupun dalam pengolahan hasil produksi dapat dilakukan pembakuan hasil.
Sampai dengan tahun 1952, jumlah anggota koperasi mencapai satu juta orang atau merupakan +  30% dari seluruh penduduk Denmark. Perkembangan pesat koperasi merupakah hasil dari tingkat pendidikan masyarakat yang sudah maju. Usaha pendidikan banyak diberikan kepada masyarakat melalui Perguruan Tinggi Rakyat. Lembaga ini terkenal sebagai tempat bagi rakyat untuk menambah pengetahuan mereka dengan cara praktis dan mudah. Seperempat sampai sepertiga dari jumlah penduduk pedesaan yang berusia anatar 18 S/d 30 tahun rata-rata pernaha duduk di Perguruan Tinggi ini. Berkat sisitim pendidikan inilah rakyat tani Denmark umumnya menjadi terpelajar. Sehingga mereka mudah mennyatukan diri dalam koperasi, karena mereka menyadari akan peran koperasi bagi perkembangan ekonomi mereka.
Dengan mendirikan koperasi penjualan bersama, mereka melihat langsung manfaat koperasi. Harga penjualan melalui koperasi lebih baik, sehingga pengadaan kebutuhan sarana pertanian juga diadakan bersama-sama melalui koperasi. Selain koperasi pertanian, Denmarka juga mempunyai koperasi-koperasi konsumsi yang didirikan oleh serikat-serikat pekerja, namun perkembangannya kurang pesat.

6. Perkembangan Koperasi di Jepang
Untuk pertama kalinya koperasi di Jepang berdiri pada tahun 1900, tigapuluh tiga tahun setelah Restorasi (pembaharuan) Meiji. Pada tahun yang sama juga dilaksanakan undang-undang Koperasi Industri Kerajinan. Walaupun bernama koperasi industri kerajinan, namun koperasi ini juga bergerak di sektor pertanian. Pada tahun 1906, dengan dimulainya kegiatan pembelian dan pemasaran hasil pertanian secara bersama, koperasi semakin bertumbuh dan berkembang.
Pada tahun 1920-an, ketika Jepang sedang mengembangkan industrinya, koperasi menjadi tulang punggung pembangunan pertanian yang menunujang industrialisasi. Gerakan koperasi pertanian mengalami kemajuan sangat pesat sejak tahun 1930-an terutana pada periode krisis ekonomi dunia pada anatara tahun 1933-1940. Rencana pembangunan koperasi 5 tahun yang diikuti dengan rencana pembangunan koperasi 3 tahun telah menghasilkan pembangunan koperasi di setiap kota dan desa di Jepang, dan mempersatukan semua petani dalam satu gerakan dan mengokohkan posisi bisnis perkumpulan koperasi. Organisasi koperasi yang ada sekarang, berkembamg berdasarkan Undang-undang Koperasi Pertanian yang mulai diberlakukan pada tahun 1947. Ada dua bentuk koperasi pertanian:
a.        Koperasi Pertanian Umum: Koperasi ini bekerja atas dasar serba usaha, misalnya menyelenggarakan usaha pemasaran hasil pertanian, menyediakan kredit untuk usaha, perasuransian, pemberian bimbingan dan penyuluhan pertanian bagi usaha tani.
b.       Koperasi Pertanian Khusus: Koperasi ini hanya menyelenggara-kan satu jenis usaha, misalnya koperasi buah, koperasi daging ternak, koperasi bunga dan sebagainya.

Pada umumnya koperasi-koperasi di Jepang menyelenggarakan bentuk usaha koperasi yang pertama. Inilah pula sebabnya mengapa pada saat ini hampir semua petani di Jepang merupakan anggota koperasi. Koperasi yang menyelenggarakan serba usaha ini kemudian menyatukan diri dalam koperasi induk, yang disebut: Gabungan Perkumpulan Koperasi Pertanian Nasional (Zenkoku Nogyo Kyodokumiai Chuokai) yang lebih dikenal dengan sebutan Zen-Noh, dengan titik berat pada penyaluran sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian.
Koperasi-koperasi kecil, secara berangsur-angsur meleburkan diri dalam bentuk koperasi yang berskala lebih besar, sehingga menjadi koperasi-koperasi yang besar dan kuat yang mampu memperkerjakan tenaga-tenaga ahli dan trampil serta bisa menggunakan alat-alat modern. Jumlah koperasi primer di Jepang 5198 buah, dengan jumlah anggota 5,1 juta keluarga petani. Seluruh usaha pertanian bersatu di bawah bimbingan koperasi atau dalam rangka kegiatan usaha koperasi. Di Jepang selain terdapat Koperasi Induk Pertanian (Zen-Noh) juga terdapat:

-          Induk Koperasi Asuransi Bersama,
-          Induk Koperasi Perbankan untuk Pertanian dan Kehutanan dan
-          Pusat Assosiasi Penerbitan.
-           
7. Perkembangan Koperasi di Korea
Keberadaan koperasi di Korea dimulai pada awal abad XX. Koperasi simpan pinjam berdiri pada tahun 1907, oleh rakyat pedesaan untuk membantu para petani yang membutuhkan uang untuk membiayai usaha pertaniannya. Koperasi kerajinan (industri kecil) dan koperasi pertanian  mulai diorganisir pada tahun 1936, yang terutama untuk mengusahakan pembelian kebutuhan bersama serta mengelola kegiatan usaha. Kepada dua organisasi koperasi ini, diberikan perlindungan dan pengawasan oleh pemerintah. Pada tahun 1956, koperasi simpan pinjam diorganisir menjadi Bank Pertanian Korea, khusus untuk melayani kebutuhan kredit di sektor pertanian. Sebagai bagian dari pertumbuhan gerakan koperasi modern di daerah pedesaan, pada tahun 1957 di negeri ini dibangun koperasi pertanian lain, sehingga terdapat dua koperasi pertanian di daerah pedesaan, untuk melayani petani di bidang kebutuhan kredit, yaitu Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian. Akan tetapi timbulnya persaingan usaha pada kedua koperasi pertanian di daerah pedesaan ini, menjadikan kerja mereka menjadi kurang efisien. Hal ini mendorong untuk diadakannya koperasi serba usaha yang modern dari kot-kota sampai ke daerah pedesaan. Ini mencakup bidang-bidang usaha kedua koperasi di atas.
Pada tahun 1961, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Koperasi Pertanian yang baru, Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian disatukan dengan nama Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative Federation, disingkat NACF). NACF berdasarkan prinsip-prinsip koperasi serba usaha modern. Sejak NACF berdiri, koperasi di korea maju pesat. NACF mempunyai anggota sebanyak 1545 buah koperasi primer, 145 buah koperasi kerajinan, 104 buah koperasi pedesaan/Country Cooperative dengan anggota sebanyak 1.972.550 orang, atau meliputi 60% dari seluruh petani di negeri itu.
NACF bertugas meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan peran dan kedudukan ekonomi dan sosial petani serta menyelenggarakan usaha-usaha peningkatan budaya rakyat. Untuk mencapai dan melaksanakan tugas ini, NACF menyelenggarakan:
-          usaha-usaha pembinaan koperasi pertanian,
-          menyelenggarakan pusat-pusat pemasaran dan penjualan hasil-hasil pertanian di pusat-pusat kota-kota besar di seluruh Korea Selatan,
-          usaha kredit dan perbankan
-          export dan import barang-barang kebutuhan rakyat banyak
-          pemasaran hasil pertanian
-          menyediakan mesin-mesin pertanian
-          asuransi
-          penelitian dan penerbitan majalah-majalah koperasi
-          serta kerjasama internasional dengan koperasi-koperasi di seluruh dunia.
-          Mengorganisir perkumpulan pemuda dan perkumpulan ibu-ibu pedesaan untuk mendukung usaha-usaha kegiatan koperasi.
-           
8. Perkembangan Koperasi di Amerika Serikat
Semacam bentuk koperasi (Pra koperasi) pertama kali didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1752 oleh Benyamin Franklin. Ia mendirikan The Philadelphia Contributionship For The Insurance Of The House Loss By Fire. Pada waktu yang hampir bersamaan, kaum Mormon yang sampai ke negara bagian Utah, menyatukan tenaga dan uangnya untuk bersama-sama membuat sistim irigasi bersama untuk pertanian mereka.
Koperasi peternakan susu dibangun sekitar tahun 1847 di Connecticut. Namun para pelopor koperasi di negeri ini tidak mengenal adanya para pelopor Rochdale. Baru pada tahun 1860, mereka mendengar kegiatan tentang Rochdale. Setelah itu, banyak koperasi konsumsi dibangun oleh serikat-serikat pekerja dan penduduk daerah perkotaan. Pada waktu itu, keadaan kehidupan sosial di Amerika hampir sama dengan keadaan di Inggris. Upah kerja rendah dan jam kerja sangat panjang. Keadaan inilah yang menumbuhkan banyak koperasi di daerah perkotaan. Sayangnya banyak pemimpin koperasi yang kurang mentaati prinsip-prinsip seperti yang dianut oleh Rochdale, banyak koperasi yang akhirnya gulung tikar.
Pada awal tahun 1880 an, perkumpulan-perkumpulan petani gandum, persatuan petani sayur dan buah-buahan, persatuan peternak susu, produsen wol dan lain-lain tumbuh pesat. Petani-petani telah lama menyadari bahwa bekerja secara individual terutama dalam hal menjual hasil-hasil pertaniannya akan sangat merugikan. Oleh karena itu mereka kemudian bergabung dalam koperasi. Hal yang sama kemudian juga dilakukan oleh para konsumen yang bergang ke dalam koperasi konsumsi. Dengan bergabung ke dalam koperasi konsumsi, para konsumen dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih murah dan kwalitas yang lebih terjamin bila dibandingkan dengan barang-barang yang diperoleh dari para tengkulak. Lebih dari 2.600 perkumpulan koperasi berdiri antara tahun 1863 dan tahun 1939. hampir 57% dari koperasi-koperasi ini mengalami kegagalan, namun sisanya tetap bertahan dan menjadi dasar yang kuat dari koperasi-koperasi yang ada sekarang.
Sebuah komisi untuk kehidupan pedesaan yang dibentuk oleh Presiden Theodore Rosevelt, pada tahun 1908 mengemukakan dalam laporannya, bahwa peran petani-petani besar sekali dalam memajukan kehidupan pedesaan. Salah satu kebutuhan utama yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan adalah: kerjasama efektif antar petani untuk mempersatukan usahanya pada tingkat yang sesuai dengan kepentingan bersama. Sebagai hasil dari laporan komisi ini, pada tahun 1913 dikirim sebuah perutusan ke Eropa untuk meninjau dan mempelajari pola-pola permodalan, sistim produksi dan sisitim kehidupan pedesaan yang diselenggarakan oleh koperasi-koperasi pertanian di negara-negara Eropa. Beberapa waktu kemudian, pengalaman-pengalaman koperasi di Eropa dipraktekkan secara luas di Amerika Serikat.
Hampir semua pejabat pemerintah desa mulai memelopori pembentukan koperasi untuk membantu para petani dalam pemasaran hasil dan pembelian kebutuhan bahan-bahan untuk usaha pertanian. Selama 12 tahun sejak tahun 1909 sampai tahun 1921 + 52% dari seluruh perkumpulan koperasi yang tercatat telah bekerja efektif. Setelah Perang Dunia I berakhir dan krisis ekonomi melanda seluruh dunia tahun 1933 sampai dengan tahun 1940, dimana harga hasil pertanian merosot sangat rendah, koperasi-koperasi pertanian di Amerika Serikat mengatasi masalah yang dihadapi bersama itu dengan membentuk koperasi-koperasi pertanian dalam skala besar. Berdirinya koperasi-koperasi ini dimaksudkan agar para petani secara bersama-sama mempunyai kemampuan organisatoris yang lebih besar dan lebih kuat dalam mengamankan harga hasil pertanian mereka. Pada akhirnya koperasi-koperasi dapat menguasai pemasaran produksi gandum, kapas, tembakau, dan hasil pertanian lainnya.
Pada tahun 1928, Undang-Undang Pemasaran Bersama (Uniform Marketing Laws) dinyatakan berlaku di 46 negara bagian. Menghadapi kenyataan akan rendahnya harga jual hasil pertanian dan tingginya harga sarana produksi pertanian, para petani menyatakan diri dalam perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian, baik pada tingkat lokal maupun pada tingkat nasional. Perkumpulan-perkumpulan koperasi ini dibentuk atas anjuran dewan pertanian (farm board) untuk hasil kapas, wool, biji-bijian, buah-buahan dan sayur mayaur, tembakau, susu dan hasil pertanian lainnya.
Pada saat ini, koperasi telah merupakan salah satu penyalur penting untuk menyelenggarakan usaha perekonomian di Amerika Serikat. Koperasi-koperasi tumbuh dan berkembang karena membuktikan manfaat bagi masyarakat dan berjasa melayani kebutuhan para petani di pedesaan maupun penduduk di daerah perkotaan. Namun di Amerika Serikat koperasi lebih banyak dikenal oleh penduduk pedesaan daripada oleh penduduk perkotaan. Banyak jenis koperasi di Amerika Serikat, tetapi yang paling terkenal adalah jenis koperasi pemasaran. Jenis koperasi di daerah pedesaan lainnya adalah:
-          koperasi asuransi bersama
-          koperasi listrik dan telpon
-          koperasi pengawetan makanan
-          koperasi simpan pinjam dan
-          koperasi penyediaan benih.

Koperasi-koperasi di daerah perkotaan seringkali menyelenggarakan toko eceran yang menjual barang-barang makanan dan minuman, barang-barang kebutuhan rumah tangga, perabotan dan barang-barang lainnya, koperasi kredit atau simpan pinjam serta koperasi perumahan. Koperasi yang saat ini berkembang dengan pesat adalah koperasi Rumah Sakit.
Koperasi yang bergerak dalam suatu lokasi tertentu biasa disebut koperasi lokal. Umumnya koperasi-koperasi ini sekarang menyatukan diri dalam koperasi sekunder pada tingkat daerah atau negara bagian dan menyelenggarakan usaha pembelian/penjualan bersama untuk kepentingan anggota mereka. Jumlah rakyat Amerika yang menjadi anggota koperasi + 20 juta orang. Pada umumnya satu orang menjadi anggota dari dua koperasi atau lebih, menurut kebutuhannya. Di sini perlu pula dikemukakan bahwa timbulnya koperasi di Amerika terutama didorong oleh tradisi self-help, yaitu menolong diri sendiri sebagaimana dipaksakan oleh kondisi di awal orang Eropa bermukim ke Amerika, ditambah dengan semangat setiakawan dalam menghadapi setiap permasalahan secara bersama.

D. Perkembangan Koperasi di Di Indonesia
1        Zaman Penjajahan Belanda
Tahun 1896 R. Aria Wiriatmaja, Patih Purwokerto, memelopori pertama kali berdirinya cikal-bakal koperasi di Indonesia, dengan berdirinya perkumpulan yang kegiatan usahanya koperasi yakni Bank Penolong dan Tabungan (Hulp end Spaarbank). Usaha ini mula-mula bergerak dikalangan pegawai Pamong Praja rendahan yang sering sekali memikul beban utang yang berat. Usaha ini dibantu oleh seorang Belanda yang bertugas di Purwokerto juga, yang bernama E. Sieburg. Pada tahun 1898, De Walf Van Westerrode, pengganti Sieburg, memperluas usaha R. Aria Wiriatmadja, dengan juga membantu pedagang kecil, sebagaimana cita-cita Raiffesen dan Schultze-Delitzsch. Kemudian usaha ini berkembang dengan juga juga memberikan kredit kepada sektor pertanian, mencoba meniru pola koperasi pertanian di Jerman (Raiffesen)
Dengan tumbuhnya gerakan nasional, kaum pergerakan juga mempergunakan koperasi sebagai salah satu sarana perjuangan, antara lain Boedi Oetomo (1908), Sarikat Dagang Islam (1913), yang juga memelopori berdirinya beberapa jenis Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan. Boedi Oetomo, mencoba memajukan koperasi-koperasi rumah tangga dan koperasi toko yang kemudian menjadi koperasi konsumsi, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi koperasi batik.
Pada jaman Belanda ini (sampai awal tahun 1942), koperasi banyak mengalami rintangan. Hal ini disebabkan oleh karena Belanda juga telah menyadari latar belakang maksud dari gerakan koperasi tersebut. Tindakan politik pemerintah penjajah yang merintangi usaha koperasi ini dapat dibuktikan dengan didrikannya algemene nallescrediet bank, rumah gadai, bank desa dan sebagainya. Perkembangan koperasi pada waktu itu memang kurang memuaskan yang disebabkan oleh adanya hambatan dari pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda khawatir koperasi makin tumbuh dan berkembang di kalangan bumi putra. Supaya koperasi tidak semakin meluas, pemerintah Belanda pada tahun 1915 mengeluarkan suatu undang-undang.
Pada tahun 1915 itulah lahir Undang-Undang Koperasi yang pertamakali di negara jajahan Hindia Belanda, yang disebut verordening op de cooperatieve verenegingen (koninkklijk Besluit, 7 April, stb.431). Undang Undang ini merupakan konkordan dengan Undang-Undang Koperasi Belanda Tahun 1876 dan Undang-Undang Koperasi Tahun 1915 ini berlaku bagi semua golongan rakyat pada waktu itu. Dikeluarkannya Undang-Undang Koperasi tahun 1915 yang merupakan konkordan dengan Undang-Undang Koperasi Belanda pada tahun 1876 ini, mengakibatkan perkembangan koperasi di Hindia Belanda menjadi semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain karena peraturan yang dikeluarkan pemerintah penjajah tidak sesuai dengan corak kehidupan rakyat. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang itu menyebabkan rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi. Pemerintah Belanda dengan politiknya pada waktu itu tidak menghendaki koperasi berkembang karena akan dipergunakan sebagai alat perjuangan rakyat untuk menentang pemerintah Belanda. Undang Undang Koperasi tahun 1915 mendapat tantangan keras dari pemuka masayarakat Indonesia, khususnya dari kaum gerakan nasional.
Pada tahun 1920, atas desakan masyarakat, pemerintah Belanda membentuk suatu komisi atau panitia koperasi. Komisis ini dipimpin oleh Prof. DR. J.H. Boeke. Di dalam komisi ini duduk pula beberapa wakil pemuda pejuang Indonesia. Komisi ini bertugas untuk:
1.      Mempelajari apakah bentuk koperasi sesuai dengan kondisi Indonesia
2.      Jika dipandang cocok untuk rakyat Indonesia, komisi mempelajari dan menyiapkan metode untuk mengembangkan koperasi
3.      Menyiapkan undang-Undang koperasi yang sesuai dengan kondisi Indonesia

Hasil komisi menyatakan koperasi perlu dikembangkan di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1927 Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia selesai dibuat dan diundangkan pada tahun itu juga, yaitu Undang-Undang Koperasi tahun 1927, yang disebut Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenegingen (stb. 1927-91) Dengan keluarnya UU Koperasi tahun 1927, koperasi di Indonesia mulai bangkit dan berkembang lagi. Selain koperasi-koperasi lama yang dirintis oleh Boedi Oetomo, Serikat Islam dan Partai Nasional Indonesia, bermunculan koperasi-koperasi lain seperti koperasi perikanan, koperasi kredit, koperasi kerajinan dan lain lainnya. Pendorong pertumbuhan koperasi pada waktu itu adalah:
1.          Adanya bagian dari Undang-Undang Koperasi tahun 1927, yang diperuntukan khusus bagi golongan boemi poetra
2.          Adanya jawatan koperasi yang dibentuk sejak tahun 1930 yang dipimpin oleh Prof. DR. H.J. Boeke di lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, perkembangan koperasi kembali mengalami kemunduran sebagai akibat dari tekanan kaum pedagang yang mendapat fasilitas dari pemerintah Belanda.
The Studie Club 1928, merupakan kelompok kaum intelektual Indonesia yang juga menyadari peranan koperasi sebagai salah satu perjuangan, menganjurkan anggota-anggotanya untuk ikut memelopori koperasi di tempat masing-masing.
Pada tahun 1933, pemerintah Belanda kembali mengeluarkan peraturan koperasi, yaitu algemene regeling op de cooperative verenegingen (stb, 1933-108), sebagai pengganti UU Koperasi tahun 1927. Peraturan ini tidak berbeda dengan peraturan koperasi tahun 1915 yang tidak sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia. Akibatnya koperasi menjadi semakin mundur. Peraturan koperasi tahun 1933 ini, konkordan dengan peraturan koperasi di negara Belanda tahun 1925.
Pada tahun 1935, karena banyaknya kaitan dengan kegiatan di bidang ekonomi dan karenannya dirasa lebih sesuai, jawatan koperasi dipindahkan dari Departeman Dalam Negeri ke Departemen Ekonomi. Pada tahun 1937, dengan bantuan pemerintah, dibentuk koperasi-operasi simpan pinjam. Koperasi ini bertujuan untuk membantu petani agar lepas dari hutang, terutama kaum tani yang tidak dapat lepas dari cengkeraman kaum pengijon.
Pada tahun 1939, jawatan koperasi diperluas ruang lingkupnya menjadi Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri. Ini disebabkan karena koperasi belum mampu mandiri, sehingga pemerintah penjajah menaruh perhatian dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan pengarahan tentang bagimana cara koperasi dapat memperoleh barang dan memasarkan hasilnya. Perhatian tersebut dimaksudkan agar koperasi mampu bangkit dan berkembang serta mampu mengatasi dirinya sendiri.
Tahun 1939, jumlah koperasi telah mencapai 1.712 buah. Dari jumlah tersebut, 172 di antaranya merupakan koperasi yang terdaftar, dengan jumlah anggota sebanyak 14.134 orang.
2        Zaman Penjajahan Jepang
Pada jaman pendudukan Jepang (1942-1945), koperasi diatur dengan azas-azas menurut cara-cara militer. Hal ini disebabkan karena  Jepang dalam keadaan Perang Asia Timur Raya. Oleh tentara Jepang, koperasi dijadikan alat pendistribusian barang-barang keperluan tentara Jepang. Koperasi yang ada diubah menjadi Kumiai yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk keperluan perang.
Pada zaman pendudukan tentara Jepang ini, bukannya penyempurnaan usaha koperasi, tetapi justru apa yang telah ada dihancurkan. Kantor pusat jawatan koperasi dan perdagangan diganti namanya menjadi syomin cou jumosyo, sedang kantor daerah diganti menjadi syomin kumiai sodandyo. Di Jawa dibentuk Jawa yumin keizei sintaisei konsetsu junbi iinkai, panitia susunan perekonomian baru di Jawa. Hasil perekonomian baru yang dikemukakan dengan muluk-muluk, tidak lain adalah kesengsaraan dan kemelaratan semata. Adanya ketentuan dari pengauasa Jepang bahwa untuk mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari pemerintah setempat (suchokan – resident), dan biasanya ijin itu dipersulit, koperasi tidak mengalami perkembangan, bahkan semakin hancur.


3        Zaman Kemerdekaan

Awal
Negara Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari kemudian UUD 1945 disahkan. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 beserta penjelasannya yang merupakan landasan hukum yang sangat kuat bagi koperasi. Sehingga timbul semangat baru untuk menggerakan koperasi.
Pada tanggal 11-13 Februari 1946 diadakan Konperensi Koperasi Besar I diadakan di Ciparay, Bandung, diikuti oleh wakil-wakil organisasi koperasi dari Parahyangan dan Yogyakarta. Dalam konperensi itu telah diambil keputusan-keputusan yang sangat penting dan mendasar untuk perkoperasian Indonesia di masa mendatang pada umumnya. Keputusan-keputusan tersebut berupa: Ide koperasi sosial dikubur, diganti dengan ide koperasi Ekonomi. Hal ini membawa akibat pada struktur organisasi. Selanjutnya, sesuai dengan keputusan di atas, Pusat Koperasi Kabupaten Bandung (P.K.K.B.) semenjak itu bersemboyan: Dari Koperasi Sosial ke Koperasi Ekonomi, dan ...... perubahan ide ini, membawa akibat kepada susunan dan cara bekerja, sehingga perubahan diperlukan atas statuut yang diperoleh P.K.K.B. pada tanggal 22 Nopember 1933, No 225.
Agar tidak terjadi kesalah pahaman, perlu adanya catatan khusus atas pernyataan “Ide Koperasi Sosial dikubur”. Pernyataan ini sama sekali tidak berarti menghilangkan sifat sosial dari perkumpulan koperasi itu sendiri. Tanpa adanya pernyataan Koperasi Sosialpun, hanya sifat sosialah yang telah melahirkan koperasi. Pernyataan Ide Koperasi Sosial dikubur, mungkin lebih ditujukan untuk menetralisir koperasi yang semula lebih berat bergerak di bidang sosial dan oleh karenanya di anggap sebagai badan sosial.
Pada tanggal 12 Juli 1947, Gerakan koperasi seluruh Indonesia mengadakan Konggres Nasional Koperasi pertama kali diadakan di Tasikmalaya, Jawa Barat. (Hari ini kemudian dikenal sebagai hari koperasi)
Pada tahun 1949, dikeluarkan peraturan baru Regeling Cooperatieve Verenegingen (stb. 1949 – 179), tetapi tanpa disertai dengan pencabutan Stb. 1933 – 108, yang berlaku bagi semua golongan mayarakat, sehingga pada tahun 1949, di Indonesia terdapat dualisme peraturan yaitu:
1.      Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenegingan 1933 (Stb. 1933-108), yang berlaku bagi semua golongan rakyat termasuk golongan bumi putera, dan
2.       Regeling Cooperatieve Verenegingen (stb. 1949 – 179), yang berlaku bagi golongan bumi putera.

1950-1965
Sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, gerakan koperasi terus tumbuh dan berkembang dari bawah, artinya atas prakarsa rakyat sendiri, sedangkan sesudah itu sampai tahun 1966, pertumbuhan koperasi lebih banyak didorong dari atas.
Pada tahun 1953, gerakan koperasi Indonesia mengadakan konggres kedua, dimana salah satu keputusannya adalah menetapkan Bapak Moh. Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia.
Pada tahu 1958 pemerintah mengeluarkan Undang Undang Koperasi No 79 tahun 1958. Undang Undang ini dibuat berdasarkan UUD sementara tahun 1950 pasal 38, yang isinya sama dengan isi ketentuan pasal 33 UUD 1945. Dengan dikeluarkannya UU Koperasi ini, peraturan koperasi tahun 1933 dan peraturan koperasi tahun 1949 dinyatakan batal. Sementara dengan diberlakukannya UU No 79 tahun 1958 yang didasarkan atas UUDS 1950 pasal 38 , koperasi semakin maju dan berkembang dimana-mana.
Pada 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan dekrit “kembali ke UUD 1945”. Berdasarkan dekrit tersebut, maka sebagai pelaksanaan UU No 79 tahun 1958, pemerintah mengeluarkan PP No 60 Tahun 1959. Dalam PP No 60 tahun 1959 tersebut ditentukan bahwa pemerintah bertidak sebagai pembina dan  pengawas perkembangan koperasi di Indonesia. Jawatan koperasi bertanggung jawab atas perkembangan koperasi Indonesia. Segala kegiatan pemerintah dalam perekonomian dan perkoperasian, dari tingkat pusat sampai ke derah-daerah, disalurkan melalui jawatan koperasi. Tugas jawatan koperasi antara lain:
1.      menumbuhkan organisasi koperasi dalam segala sektor perekonomian
2.      mengadakan pengamatan dan bimbingan terhadap koperasi
3.      mendaftar dan memberi pengesahan badan hukum koperasi
Pada tahun 1960, ke luar Instruksi Presiden No 2 tahun 1960 yang berisikan antara lain: “untuk mendorong pertumbuhan gerakan koperasi harus ada kerja sama antara jawatan dengan masyarakat, dalam sat lembaga yang disebut Badan Penggerak Koperasi” (Bapengkop). Tugas utama Bapengkop adalah mengadakan koordinasi kegiatan-kegiatan instansi pemerintah, untuk menumbuhkan gerakan koperasi secara teratur, dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Akan tetapi justru besarnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan koperasi inilah yang berdampak ketergantungan koperasi kepada bantuan pemerintah. Lebih-lebih lagi, pengurus koperasi menjadi terbiasa mengharap datangnya bantuan atau distribusi barang dari pemerintah. Akibatnya, mereka kehilangan inisiatif untuk menciptakan usaha bagi kelangsungan hidup koperasi. Peranan pemerintah yang terlalu jauh mengatur masalah perkoperasian pada hakekatnya juga tidak lagi bersifat melindungi, tetapi justru membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian dan tidak sesuai dengan jiwa dan makna UUD 1945. Di samping itu, partai-partai politik mulai ikut campur tangan terhadap koperasi. Koperasi mulai dijadikan alat perjuangan politik dari sekelompok kekuatan tertentu. Koperasi menjadi kehilangan jati dirinya sebagai suatu badan ekonomi yang bersifat demokratis, tidak mengenal perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pada tanggal 21 April 1961. di Surabaya diselenggarakan musyawarah nasional  (Munas) I yang dihadiri oleh utusan-utusan koperasi tingkat I dan II dari seluruh Indonesia serta juga oleh Induk dan Gabungan koperasi tingkat nasional dan wakil-wakil pemerintah. Sayang munas I ini belum dapat memperbaiki citra koperasi yang sudah menyimpang dari landasan idiilnya. Pada tanggal 2 sampai 11 Agustus 1965, munas II mengundangkan Undang-Undang No 4 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian pada tanggal 2 Agustus 1965. Namun undang-undang inipun masih mengandung unsur-unsur politik, ini berarti bahwa koperasi masih dijadikan alat perjuangan bagi partai-partai politik yang berkuasa. Akibatnya anggota kehilangan kepercayaan terhadap pengurus karena pengurus hanya berada dalam kendali partai politik yang mengasai koperasi.
1966-1993
Sesuai dengan Ketetapan MPRS No XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang No. 14 tahun 1965 dengan undang-undang yang benar-benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi sebagaimana mestinya, yakni sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1. Berkaitan dengan hal itu, keputusan munas Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin) ke I pada tanggal 17 Juli 1966 di Jakarta menetapkan:
1.      menolak dan membatalkan semua keputusan dan hasil-hasil lainnya dari Munaskop I dan II
2.      menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada MPRS yang telah membekukan UU No 14 tahun 1965.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan dan Koperasi melalui surat keputusan No. 070/SKIII/1966 telah membentuk panitian peninjauan UU No. 14 Tahun 1965, yang dipimpin oleh Ibnoe Soedjono, yang pada waktu itu menjabat sebagai asisten menteri urusan koperasi.
Pada tanggal 18 Desember 1967, pemerintah dengan persetujuan DPR-GR, berhasil membuat UU No 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Dengan keluarnya UU No 12 Tahun 1967 ini, koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu kemudian ditertibkan. Sampai pada tahun 1966, jumlah koperasi di Indonesia mencapai jumlah 73.406 buah dengan anggota sebanyak 11.775.930 buah. Kemudian dengan tindakan rehabilitasi organisasi dan penyelamatan koperasi melalui Undang-undang tentang Pokok-pokok Perkoperasian No 12 tahun 1967 dan berubahnya pola kebijaksanaan ekonomi, koperasi mengalami rationalisasi yang drastis dengan akibat runtuhnya koperasi-koperasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan undang-undang perkoperasian yang baru itu. Pada tahun 1967 koperasi yang ada sejumlah 64.000 buah, 45.000 buah di antaranya berbadan hukum. Jumlah koperasi pada akhir tahun 1968 menjadi 14.749 dengan jumlah anggota 3.540.671 orang.
Dengan adanya program pembangunan di sektor pertanian sejak awal Pembangunan Lima Tahun Pertama (PELITA I) 1969 – 1974, dilakukan lagi penyehatan koperasi dan meningkatkan perannya kembali dalam usaha-usaha Bimbingan Masal (BIMAS) dan Intensufikasi Masal (INMAS) dalam rangka peningkatanproduksi pangan dan kesejahteraan petani. Pembentukan Dalam tahap pembangunan lima tahun pertama, untuk koperasi pemerintah telah mendirikan:
1.      Pusat Latihan Penataran Koperasi (Puslatpenkop) di Jakarta
2.      Balai Latihan Perkoperasian (Balatkop) di setiap propinsi, sebagai tempat pendidikan dan latihan ketrampilan bagi para anggota koperasi, pengurus, badan pemeriksa, manajer koperasi, karyawan bahkan para calon anggota koperasi
3.      Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) di Jakarta, dengan kegiatan tiap-tiap propinsi dalam membantu permodalan koperasi dengan cara menjadi penjamin koperasi-koperasi atas pinjaman yang mereka peroleh dari bank pemerintah. LJKK dalam memberikan jaminan kepada koperasi didasarkan atas penelitian dan penilaian hal-hal sebagai berikut:
a.         Bonafiditas koperasi yang bersangkutan termasuk hal-hal yang menyangkut manajemen
b.         Organisasi koperasi yang bersangkutan
c.         Prospek usaha yang dibiayai dengan modal pinjaman
4.      Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD).
Berdasarkan Inpres No 4 Tahun 1973, Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD) tidak lepas dari program pembangunan koperasi. BUUD yang pada dasarnya dibentuk di setiap wilayah unit desa adalah merupakan suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi yang pada awal pertumbuhannya dapat merupakan gabungan usaha bersama dari koperasi-koperasi pertanian atau koperasi-koperasi lain yang terdapat di dalam wilayah unit desa tersebut, yang terdapat demikian banyaknya pada akhir tahun 1967, menjadi koperasi-koperasi yang dapat bekerja dalam skala yang lebih besar.

Pada tahun 1974 jumlah seluruh perkumpulan koperasi di Indonesia mencapai 21.349 buah dengan jumlah anggota sebanyak 4,5 juta orang dengan modal sebesar Rp. 22 milyard ,- Pertumbuhan dan perkembangan BUUD/KUD pada akhir tahun 1978 telah mencapai 2.125 buah dan tersebar di daerah pertanian di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1978, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1978 tentang BUUD/KUD. BUUD tidak lagi merupakan lembaga ekonomi yang berbentuk koperasi seperti diatur dalam Inpres No 4 tahun 1973, tetapi sebagai lembaga pembimbing, pendorong dan pelopor pengembangan serta pembinaan KUD. BUUD dibentu berdasarkan adanya KUD, mempunyai wilayah kerja sama seperti wilayah kerja KUD yang meliputi beberapa desa dalam satu kecamatan. Pada KUD keanggotaan tidak didasarkan pada jenis usahanya, tetapi didasarkan pada tempat tinggal. Apabila pada suatu daerah telah ada koperasi-koperasi lain, maka koperasi-koperasi tersebut boleh meneruskan usahanya atau boleh juga bergabung dengan KUD setempat.
Pada awalnya KUD hanya mencajup koperasi pertanian, koperasi desa dan koperasi serba usaha di desa-desa akan tetapi dalam perkembangannya, koperasi telah melakukan kegiatan dalam berbagai jenis usaha seperti simpan-pinjam, kerajian/industri kecil, pertanian, perikanan, peternakan, pengangkutan, pelistrikan desa, perasuransian, Tebu Rakyat Intensifikasi, percengkehan dan lain-lainnya. Dengan berlakunya Inpres No 4 Tahun 1984, Inpres No 2 Tahun 1978 menjadi tidak berlaku lagi. KUD dibentuk oleh warga desa dari suatu desa atau kelompok desa-desa yang disebut unit desa, yang dapat merupakan satu kegiatan ekonomi masyarakat terkecil.

1992-Sekarang
Untuk lebih menyesuaikan dengan perkembangan jaman, pada tanggal 21 Oktober 1992 dikeluarkan UU No 25 tentang Perkoperasian. Selain itu, pemerintah juga menetapkan Inpres No 18 Tahun 1998 tentang pengembangan Koperasi. Inpres ini merupakan antiklimaks dari Inpres No 4 Tahun 1984. Dengan Inpres No 18 Tahun 1998 ini, KUD yang semula merupakan satu-satunya koperasi pedesaan, dengan sendirinya gugur dari kedudukan eksklusivnya itu. Dengan Inpres ini pula, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja, dan koperasi diberi kesempatan untuk lebih mandiri serta bebas melaksanakan aktivitas usahanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar