Pengetahuan tentang sejarah koperasi
semenjak situasi yang menyebabkan kelahiran koperasi yang pertama kali
didirikan (Rochdale) sampai saat ini, sangat penting untuk disimak. Terutama
apabila kita ingin mengetahui kondisi-kondisi yang:
-
memungkinkan
berdirinya koperasi,
-
memungkinkan
berhasil dan berkembangnya koperasi serta
-
memungkinkan
gagalnya koperasi.
Sejarah koperasi
di berbagai negara dapat menceritakan berbagai keadaan yang memperlihatkan
gagal atau suksesnya koperasi.
A. Situasi Menjelang
Kelahiran Koperasi Rochdale
Dapat dikatakan bahwa meskipun koperasi
nantinya dapat berubah menjadi sebuah sistem ekonomi, namun pada dasarnya
koperasi lahir sebagai akibat dari adanya situasi ekonomi yang terkondisi oleh
suatu sistim ekonomi, dalam hal ini adalah kapitalisme. Suatu sistem ekonomi
yang lebih menyenderkan dirinya pada kapital. Kapital menjadi sangat penting
dalam sistim ekonomi yang berlaku, sedemikian sehingga segala sesuatu selalu
dibandingkan dan diperhitungkan berdasarkan kapital. Dalam keadaan sedemikian
ini, manusia menjadi tidak bermakna sama sekali. Jelas saja, manusia dapat
sakit, kapital tidak. Manusia mempunyai kebutuhan lain selain sebagai input
produksi, sedangkan kebutuhan kapital ya hanya sebatas untuk produksi. Oleh karena
itu manusia sering melawan keadaan yang dianggapnya tidak adil, di sisi lain
kapital paling-paling rusak bila dipakai “over-burden”.
Sebagai
akibatnya nilai manusia dari aspek produksi dan dari sudut kapitalis menjadi
inferior dalam persaingannya dengan kapital. Dalam keadaan seperti ini,
pengusaha akan selalu berusaha untuk mengurangi pemakaian tenaga kerja manusia.
Pengusaha dalam hal ini kapitalis akan mengutamakan mesin atau kapital lainnya.
Kedudukan buruh menjadi terjepit dan dalam menghadapi para pengusaha mereka
tidak dapat berbuat apa-apa.
Di sinilah timbul pikiran positif dari
para buruh. Mereka akan selalu berusaha untuk bekerja dengan baik, berusaha
untuk tidak membolos, karena perbuatan ini akan dapat menjadi alasan bagi para
pengusaha untuk memecat mereka. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut sekaligus
juga agar tetap dapat melaksanakan tugas keluarga seperti berbelanja misalnya,
mereka melakukannya secara bersama-sama dan bergantian dengan teman-temannya.
Mungkin tanpa diduga, usaha ini menimbulkan keuntungan ganda. Selain mereka
tetap dapat masuk kerja dengan baik, mereka akhirnya juga menyadari bahwa
melakukan pembelian bersama, ternyata barang mejadi lebih murah. Hal ini
mungkin merupakan akibat dari:
a.
Pembelian bersama merupakan pembelian
dalam jumlah besar, sehingga biaya per unitnya menjadi lebih kecil.
b. Pembelian
bersama mengurangi kesempatan terjadinya persaingan antar pembeli.
c. Pembelian
bersama akan menurunkan biaya transportasi baik untuk mengangkut barang maupun
untuk transportasi si pembeli.
Lebih jauh, kegiatan pembelian bersama
tersebut ternyata memperluas wawasan mereka terhadap sumber atau pemasok barang
yang lebih besar lagi, misalnya dengan membeli bersama-sama volume pembelian
mereka cukup untuk melakukan pembelian secara grosir, atau bahkan dapat membeli
langsung ke pabrik atau produsennya. Hal ini jelas akan lebih menguntungkan
para buruh tersebut. Namun lebih daripada itu, para buruh mulai terbuka
pikirannya. Ternyata dalam situasinya yang terpojok oleh persaingan dengan kapital,
mereka masih mempunyai daya, masih mempunyai kekuatan, bilamana saja mereka mau
bersatu, mau bekerjasama. Jadi kuncinya adalah kerjasama. Kerjasama merupakan
dasar dari koperasi.
Namun demikian, tidak pula dapat dilupakan
bahwa semenjak kelahiran dan kemudian pertumbuhannya, koperasi sangat banyak
didorong oleh pemikiran-pemikiran yang dipelopori oleh aliran-aliran sosialis.
Ada dua alasan mengapa pertumbuhan koperasi sangat dipengaruhi pemikiran
sosialis:
1.
Motif utama sistim kapitalis, yang pada waktu
itu berkuasa di banyak negara di Eropa, adalah memperoleh laba
sebesar-besarnya. Sebagaimana telah dinyatakan di atas, sistim kapitalis sangat
memberatkan kaum buruh. Dan gerakan sosialis berusaha untuk melenyapkan
penderitaan ini. Di lain pihak Koperasi membentuk suatu dasar bagi organisasi
kemasyarakatan (sosial) yang berbeda dengan bentuk cita-cita sistim
kapitalisme. Kesempatan inilah yang memberikan peluang kepada sosialisme untuk
mempunyai pengaruh dalam koperasi.
2. Gerakan
sosialis menganggap koperasi sebagai cara praktis kaum buruh melepaskan diri
dari penindasan kaum kapitalis. Oleh karenanya, maka gerakan sosialis sangat
menganjurkan berdirinya koperasi.
Akan
tetapi, meskipun sangat disemangati oleh pemikiran sosialis, koperasi justru
dapat lebih berkembang dengan baik di negara-negara demokrasi yang sebenarnya
juga kapitalis itu. Hal ini disebabkan karena di negara-negara ini,
-
koperasi dapat melahirkan bibit-bibit yang
baik (sebagai akibat dari adanya tekanan-tekanan terhadap buruh, timbullah kesadaran
untuk bekerjasama)
-
sekaligus juga mendapat pupuk yang pas
(yang berupa kebebasan berpikir dan bertindak)
B. Peristiwa-peristiwa di Inggris menjelang lahirnya
koperasi
Sebagai
akibat dari ditemukannya mesin uap oleh James Watt dan pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan lainnya, di Inggris pada pertengahan abad XVIII dan kemudian
dilanjutkan pada abad XIX, terjadi Revolusi Industri. Banyak pekerjaan yang
semula dikerjakan oleh tenaga manusia, digantikan dengan tenaga mesin. Dari
segi produksi, muncullah pabrik-pabrik. Timbullah persaingan antara tenaga
manusia dengan mesin. Dapat diperkirakan bahwa dalam persaingan tersebut tenaga
manusia akan mengalami kekalahan dan mesin muncul sebagai pemenang. Para
pemilik lebih mengutamakan penggunaan tenaga mesin daripada tenaga manusia,
karena penggunaan tenaga mesin mempunyai berbagai macam keunggulan. Mesin tidak
mempunyai tuntutan selain bahan bakar dan kebutuhan penggerak mesin lainnya,
mesin juga tidak mengenal jam kerja dan dapat dioperasikan kapan saja, mesin dapat
menghasilkan produk yang lebih berkualitas, dll. Dari meluasnya penggunaan
mesin dalam pabrik-pabrik ini, pada para pemilik pabrik timbullah cara berpikir
yang lebih kapitalistis, yaitu cara berpikir yang sangat mengutamakan kapital.
Para pemodal atau para kapitalis ini kemudian mempergunakan dengan
sebaik-baiknya penemuan-penemuan baru, untuk memperkuat kedudukan ekonominya.
Sistim ekonomi kapitalis ini dalam mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
mengacu kepada kebebasan individu, menimbulkan pemerasan oleh manusia atas
manusia lainnya atau yang kemudian disebut sebagai homo homini lupus atau
manusia adalah serigala bagi manusia lain. Hal ini berarti bahwa dalam sistim
kapitalis, hanya sebagian kecil manusia dapat mengembangkan kemakmuran dirinya,
sebagian besar manusia lainnya hidup dalam kemiskinan yang semakin luar biasa.
Akibat-akibat yang timbul sebagai akibat
dari revolusi industri adalah:
1.
Perbedaan kemakmuran antara kaum kapitalis
(pemilik pabrik) dengan kaum buruh semakin besar.
2.
Agar dapat bersaing dengan mesin, jam
kerja buruh semakin panjang.
3.
Pengoperasian mesin-mesin tidak seberat
dengan tenaga sehingga selain penggunaan buruh dapat ditekan, pemecatan juga
terjadi sebagai akibat dari pengoperasian mesin dapat dilakukan oleh wanita dan
anak-anak berumur di bawah 10 tahun.
4. Harga
mesin yang relatif mahal mengakibatkan semakin bertumbuhnya
perusahaan-perusahaan besar.
Keempat hal di atas berarti bahwa revolusi
industri mengakibatkan kehidupan buruh menjadi semakin merana. Namun selain itu
revolusi industri masih mempunyai dampak lain yaitu:
-
Hancurnya tatanan lama dalam pergeseran
urutan pentingnya faktor produksi serta kepemilikan faktor produksi. Dulu
faktor produksi tanah atau alam yang dimiliki oleh para tuan tanah (kaum
feodal) merupakan faktor produksi terpenting. Kini faktor produksi kapital yang
dimiliki oleh kaum kapitalis menjadi lebih penting.
-
Revolusi industri juga menjadi penyebab
timbulnya sistim pemikiran yang saling bertentangan, bahkan sampai saat ini,
yaitu kapitalisme yang mendasarkan diri pada liberalisme di satu pihak dan
sosialisme di pihak lain.
Lahirnya
sistim-sistim pemikiran ini dimulai dari terbitnya buku karangan Adam Smith,
yang kemudian dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi: “An Inquiry into the
nature and causes of the wealth of nations” (1776). Dalam buku ini
terkenal ungkapan Laisser faire lazer passer, yang kurang lebih bermakna
biarkanlah semuanya berjalan sendiri sebagaimana mustinya, tidak perlu ada
campur tangan. Selain itu, dalam buku ini juga tertulis tentang The
invisible hands yaitu tangan-tangan yang tak terlihat yang akan mengatur
keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan barang. Masalahnya buku ini tidak
memuat penanganan korban-korban yang timbul sebagai akibat dari kemelut
terjadinya perubahan fundamental dari sistim feodal menuju sistim kapitalis.
Wacana
atau pemikiran Adam Smith ini didukung oleh Thomas Robert Malthus dalam
bukunya “An essay on the principle of population as it affects the future
improvement of a society” (1798). Dalam buku ini dikemukakan bahwa tanpa
intervensi manusiapun keseimbangan kebutuhan dan pasokan pangan oleh manusia
akan tercapai dengan sendirinya, meskipun dengan pengorbanan di pihak manusia
misalnya berupa kelaparan, penyakit dan lain-lain. Buku ini sebetulnya sudah
memberikan sumbangan kemajuan karena bagaimanapun juga dalam buku ini telah
ditunjukkan mekanisme yang akan menjadi jalan bagi terjadinya keseimbangan
antara kebutuhan dan penyediaan pangan.
Timbulnya wacana tentang kapitalisme,
menimbulkan wacana baru yaitu ekonomi politik. Meskipun belum seterus terang
John Meynard Keynes, namun wacana ini telah bicara mengenai campur tangan
pemerintah antara lain melalui perpajakan. Tokoh-tokoh wacana ini adalah:
-
David Ricardo, dengan
bukunya: The Principle of Political Economy and Taxation. (1817) dan
-
John Stuart Mill, dengan
bukunya: The Principles of Political Economy (1848)
Wacana
campur tangan negara tersebut kemudian berkembang menuju masyarakat sosialis.
Sebenarnya, sosialisme muncul sebagai reaksi atas akibat dari kapitalisme pada
industri modern. Robert Owen (1771-1858), dianggap sebagai pendiri
sosialisme Inggris. Ia pulalah orang Inggris yang pertama-tama mempergunakan
istilah sosialisme.
Robert
Owen dilahirkan dari keluarga miskin pada tahun 1771. Pada waktu berumur 9 tahun
ia keluar dari sekolah untuk kemudian magang kerja pada seorang pedagang kain.
Dari keuletannya bekerja, kemudian ia mampu membeli sebuah pabrik di New
Lanark, suatu daerah yang kotor. Tetapi satu tahun kemudian ia sudah berhasil
mengubah masyarakat New Lanark dan
menciptakan pemandangan yang bersih, dengan rumah-rumah buruh yang rapi. Owen
memperjuangkan penurunan jam kerja buruh serta penghapusan pemakaian tenaga
kerja anak-anak di pabrik-pabrik.
Sebagai
seorang sosialis utopis, ia mencita-citakan reorganisasi sosial dengan
menganjurkan agar masalah kemiskinan dipecahkan dengan cara menjadikan
orang-orang miskin, produktif. Untuk mencapai cita-citanya itu, ia menganjurkan
didirikannya village of cooperative, atau desa gotong royong. Di desa
tersebut, antara 800-1200 orang yang sebagian besar terdiri dari petani dan
buruh pabrik, bekerja secara swa-sembada. Karena itu usaha Owen ini juga
disebut sebagai self supporting home colony.
Cita-cita
Robert Owen menjadikan sistem masyarakat sosialis kurang mendapat sambutan dari
masyarakat feodal dan kapitalis di lingkungannya, karena mereka menganggap
rencana tersebut sebagai ancaman atas posisi mereka. Akibatnya Owen pindah ke
Amerika untuk mempromosikan idenya itu, tetapi di sanapun ia mengalami
kegagalan dan pulang ke Inggris. Ia kemudian mendirikan gerakan moral yang luas
dan dimulai dari kalangan buruh, dengan sebutan: The Grand National Moral
Union of The Productive and Usefull Classes. Umumnya, pimpinan-pimpinan
serikat buruh bernaung di bawah panji “the grand national” tersebut. Dalam
bukunya yang berjudul “A New View of Society”, Owen menyatakan bahwa
kejahatan-kejahatan dalam masyarakat bukan disebabkan oleh jeleknya moral
mereka tetapi lebih disebabkan oleh keadaan. Ia yakin bahwa kejahatan dan
kebejatan moral merupakan akibat dari keadaan sosial dan ekonomi yang jelek.
Pendidikan dalam suatu lingkungan yang baru akan dapat menghasilkan
manusia-manusia rasional, bersungguh-sungguh, hidup teratur dan rajin.
Pada
tahun 1821, Owen, sebagaimana tertera dalam laporannya kepada kota kotapraja
Lanark, menyatakan bahwa seharusnya yang digunakan sebagai dasar perhitungan
yang adil dalam tukar menukar barang adalah tenaga buruh dan bukan uang. Oleh
karenanya buruh berhak untuk menerima seluruh hasil produksinya.
Pada tahun 1832 di Gray’s Inn Road,
London, Robert Owen mendirikan equitable labour exchange. Melalui
equitable labour exchange ini, diharapkan buruh dapat menjual barang-barang
yang harganya dihitung berdasarkan jam kerja yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
menghasilkan barang yang dijual. Ini berarti akan tercipta suatu standar ukuran
baru atas nilai suatu barang, sebagai pengganti uang, yang disebut
sebagai labour notes. Untuk beberapa waktu, usaha ini menunjukkan
keberhasilan, banyak pedagang yang mau menerima labour notes. Tetapi pada
akhirnya toh mengalami kegagalan. Sebab-sebab kegagalan ini adalah:
1.
Untuk menghasilkan barang yang sama,
seorang buruh membutuhkan waktu kerja yang berbeda dengan buruh yang lain.
2.
Labour notes sulit dipergunakan sebagai ukuran
untuk menilai hasil pekerjaan intelektual
3. Adanya
kemunduran dari serikat-serikat pekerja pada pertengahan tahun 1830-an.
Pada
tahun 1833, secara resmi mulailah gerakan kaum buruh di Inggris, Tujuannya
bukan hanya untuk memperjuangkan hak-hak buruh, seperti masalah jam kerja dan
kenaikan upah, tetapi lebih luas dari itu, yaitu ingin mengubah sistim sosial
masyarakat. Meskipun Robert Owen gagal dalam mengembangkan cita-cita village
cooperation dan usaha menciptakan labour notes tetapi masyarakat
menilai Owen telah berhasil menciptakan iklim kerjasama (cooperation) di
kalangan masyarakat sebagai pengganti iklim persaingan (competition) yang
merupakan iklim yang mendominasi era revolusi industri.
Robert
Owen sendiri lebih tepat dikatakan sebagai pejuang bagi kaum buruh daripada
sebagai seorang pendiri koperasi. Namun banyak penulis mengakui bahwa koperasi
Rochdale yang didirikan pada 12 Desember 1844 oleh 28 buruh yang dipimpin oleh
Charles Howarth, diilhami oleh pemikiran Owen. Lebih dari separuh pendiri Rochdale
adalah pengikut sosialisnya Owen, Owenist socialist. Sebagai bukti
adanya pengaruh dari pandangan Owen terhadap koperasi Rochdale, dapat dilihat
dari adanya surat dari Charles Howarth kepada Robert Owen, yang menyarankan
agar Owen datang dan meninjau Rochdale, serta mengatakan bahwa orang-orang
sosialis di Rochdale telah berhasil membawa banyak kaum buruh dan golongan
menengah kepada pemikiran sosialisme.
C. Kelahiran dan Perkembangan Koperasi di berbagai
Negara
1. Kelahiran dan
Perkembangan Koperasi di Inggris
Buruh Inggris termasuk buruh yang
paling menderita sebagai akibat dari kemajuan teknologi pada watu itu. Revolusi
Industri menjadi mimpi buruk bagi kaum buruh di Inggris. Inggris memang
merupakan negara tempat berbagai penemuan teknologi. Penemuan mesin uap oleh James Watt,
telah menjungkir balikkan tatanan sosial yang ada pada waktu itu. Hampir
seluruh tenaga buruh industri diusahakan untuk diganti dengan mesin. Dalam
keadaan seperti inilah, posisi buruh Inggris menjadi sangat rentan untuk
terkena pemecatan.
Di Rochdale, sebuah kota kecil di selatan London, Inggris, pada tahun
1844, terjadi pemogokan besar, buruh tenun di kota tersebut menuntut kepada
para majikan agar tingkat gaji yang mereka potong dikembalikan ke tingkat gaji yang
telah disetujui semula. Pemogokan inilah yang kemudian melahirkan the
equitable pioneers of Rochdale, julukan yang diberikan kepada koperasi
Rochdale. Julukan lain bagi koperasi ini adalah the hungry fortier, yang
menunjukkan adanya kelaparan yang melanda buruh pabrik di Inggris pada tahun
1840-an. Sejumlah 28 orang pekerja pabrik tekstil, pada 12 Desember 1844
sepakat bekerjasama dalam kemampuan mereka yang sangat terbatas, dengan
membentuk sebuah perkumpulan untuk meningkatkan kemakmuran mereka atau menolong
diri mereka sendiri melalui kerjasama. Mereka inilah yang kini dikenal sebagai
pelopor koperasi Rochdale, Rochdale Pioneers. Kemampuan mereka sangat
terbatas sehingga mereka hanya mampu mengumpulkan masing-masing £1,- atau terkumpul £28,- sebagai modal pertama.
Beberapa hal yang mereka canangkan untuk dapat meningkatkan kemakmuran mereka
adalah:
1. Mendirikan toko/warung yang menjual
berbagai kebutuhan harian
2. Membangun/membeli rumah agar mereka
dapat saling membantu dalam rangka memperbaiki taraf hidup
3. Mendirikan pabrik untuk menampung
pekerja yang menganggur
4. Menyewa dan membeli tanah sebagai
lahan bercocok tanam bagi buruh yang terkena PHK
5. Membangun masyarakat yang dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri
6.
Membangun
hotel-hotel sederhana di lingkungan perumahan kaum buruh.
Tentu saja hal-hal tersebut tidak
dapat langsung dilaksanakan sekaligus, mengingat keterbatasan kemampuan mereka
itu. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mendirikan warung/toko kebutuhan
sehari-hari. Mereka inilah pemilik dan pengawas bersama atas warung tersebut.
Warung tersebut menjual kebutuhan sehari-hari dengan cara yang lebih baik
daripada pelayanan yang diberikan oleh warung-warung yang telah ada sebelumnya.
Sepintas, nampak seolah-olah usaha
warung ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Namun
pelopor-pelopor gerakan koperasi Rochdale itu sejak semula yakin bahwa usaha
tersebut juga merupakan usaha produktif, karena mereka sekaligus juga merupakan
pemilik warung tersebut. Mereka adalah majikan perkumpulan tersebut. Ruangan
atas warung koperasi Rochdale dipergunakan untuk ruangan berita koperasi. Dari
tempat itu dapat diikuti kejadian-kejadian sehari-hari koperasi mereka sendiri.
Di samping itu, disediakan pula ruangan perpustakaan yang memungkinkan para
anggota menambah pengetahuan mereka. Soal-soal yang menyangkut kehidupan
masyarakat mulai pula didiskusikan di dalam ruang koperasi itu. Tegasnya,
koperasi Rochdale berusaha dengan sungguh-sungguh serta dengan tekun
meningkatkan mutu pribadi dan mental berkoperasi anggota-anggotanya. Para
pelopor Rochdale, dalam bekerja untuk perkumpulan, berpegang teguh pada
azas-azas:
1. Pengawasan oleh anggota secara
demokratis
2. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela
3. Pembatasan bunga atas modal
4. Pembagian sisa hasil usaha kepada
anggota sebanding dengan pembelian yang dilakukan pada koperasi
5. Penjualan dilakukan sepenuhnya atas
dasar tunai
6. Penjualan hanya atas barang-barang
yang sungguh-sungguh bermutu dan tidak dipalsukan
7. Menyelenggarakan usaha pendidikan
bagi anggota sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi
8.
Netral
terhadap politik dan agama.
Selanjutnya para perintis Rochdale
berusaha menanamkan kepada setiap anggota koperasi, tentang: dasar-dasar
berkoperasi dan tentang cara-cara berusaha dengan bekerjasama untuk
meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran masing-masing secara bersama-sama. Di
kemudian hari di Inggris berdiri sekolah khusus koperasi di Manchester: The
Cooperative College.
Koperasi Rochdale berhasil
mengembangkan dirinya, dari sebuah warung menjadi usaha yang mampu mendirikan
pabrik dan perumahan untuk para anggota sebagaimana dicita-citakan, serta
bahkan menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan
para pengurus koperasi. Ini semua dihasilkan bukan dalam sekejap mata tetapi
melalui usaha yang tekun, jujur, rajin, penuh dengan kesadaran, dan
kesetia-kawanan baik dari para pengurus dan para anggotanya. Pada awal
perkembangannya, koperasi-koperasi konsumsi menghadapi sedikit kesulitan. Di
antara koperasi-koperasi tersebut, terjadi persaingan pembelian. Hal ini
menyebabkan harga barang-barang yang dibutuhkan naik. Namun kemudian
koperasi-koperasi konsumsi yang mulai banyak tersebar di seluruh Inggris,
berusaha bergabung dan bekerjasama dalam membeli barang-barang kebutuhan
sehari-hari anggotanya untuk mengisi toko-toko mereka. Dengan bergabung dan
bekerjasama serta membeli secara besar-besaran, harga menjadi lebih murah dan
mutu barang yang diinginkan dapat pula dijamin. Koperasi-koperasi di sekitar
Rochdale menguasakan kepada koperasi Rachdale untuk membeli barang-barang yang
dibutuhkan untuk mengisi toko-toko koperasi mereka. Cara seperti ini ternyata
mempererat hubungan antar koperasi-koperasi itu sendiri dan juga hubungan
antara koperasi dengan pedagang besar. Dengan demikian, pekerjaan dapat
berjalan dengan lebih lancar, lebih menguntungkan dan yang terpenting dapat
mencegah persaingan yang tidak sehat di antara koperasi-koperasi itu sendiri.
Namun koperasi-koperasi itu belum cukup puas. Timbul gagasan untuk mendirikan
pabrik-pabrik yang menghasilkan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang
diperlukan oleh koperasi.
Pada tahun 1852, 8 tahun sesudah
perkumpulan Rochdale berdiri, di Inggris telah terdapat tidak kurang dari
seratus buah perkumpulan koperasi. Pada tahun 1862, koperasi-koperasi ini
menyatukan diri menjadi Koperasi Pusat Pembelian dengan nama: The Cooperative
Wholesale Society, yang disingkat dengan C.W.S.
Pada konggres koperasi nasional yang
pertama yang diadakan oleh pemimpin-pemimpin koperasi di Inggris dan dihadiri
oleh wakil-wakil koperasi dari negara-negara: Jerman, Denmark, Perancis dan
Italia, terbentuklah sebuan kantor koperasi di kota Manchester. Tugas kantor
ini diawasi oleh sebuah panitia atau komite yang disebut central board.
Kemudian central board dan kantornya itu digabungkan dengan nama cooperative
union. Tugas badan ini terutama memberikan petunjuk serta penyuluhan tentang
persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kepada perkumpulan koperasi. CWS
mengalami kemajuan pesat terutama ketika berada di bawah pimpinan J.T.W.
Mitchel yang menjabat sebagai ketua dari tahun 1874-1895. Sepuluh tahun setelah
berdirinya CWS, badan ini telah mampu memiliki dan memproduksi beberapa macam
kebutuhan para anggota. Pada tahun 1873 badan ini mulai mendirikan pabrik
biskuit, dan kemudian pabrik sepatu untuk dijual di toko-toko koperasi.
Pada tahun 1945, seratus tahun
setelah koperasi Rochdale berdiri, C.W.S. telah memiliki 200 buah pabrik dan
tempat usaha dan 43.000 pekerja. Peredaran modalnya meliputi £55.000.000,-
Sedangkan The Scottisch CWS memberi lapangan pekerjaan kepada sekitar 9.000
orang buruh menghasilkan barang senilai kira-kira £12.000,-
Di sini cita-cita para Rochdale
Pioneers untuk menjadi konsumen dari warungnya sekaligus menjadi produsen dari
usahanya telah tercapai. Pada tahun 1950, penduduk Inggris berjumlah 50 juta
orang, lebih dari 11 juta orang di antaranya adalah anggota koperasi.
Pada awalnya, koperasi-koperasi di
Inggris memang didirikan oleh para konsumen, sehingga juga merupakan koperasi
konsumsi. Dalam perkembangan selanjutnya, koperasi-koperasi di Inggris, melalui
pabrik-pabriknya yang modern, kemudian juga bergerak di bidang industri
pengolahan (prosesing), terutama industri kebutuhan sehari-hari: susu, es krim,
konveksi dan batubara untuk pemanasan perumahan. Usaha ini juga berkembang di
bidang pembungkusan, usaha pertanian dan juga seperti pada awalnya yaitu
warung-warung. Bersama dengan Scotish Cooperative Wholesale Society, C.W.S.,
bahkan juga memiliki dan mengoperasikan perkebunan dan pabrik teh di Srilangka,
kapal-kapal penangkap ikan di Laut Utara, pabrik tepung gandum, pabrik sepatu
dan lain-lainnya. Sebagian besar dari usaha ecerannya (70%) meliputi penjualan
makanan, minuman, daging, hasil-hasil ternak dan susu. Pada waktu perang dunia
II, koperasi di Inggris ini melayani kebutuhan konsumsi bagi 25% dari penduduk
seluruh negeri itu.
Koperasi juga menyelenggarakan
pendidikan bagi para anggota dan bukan anggota; menerbitkan majalah berkala
yang berpengaruh terhadap pendapat umum. Keinginan Inggris untuk tidak
tergantung pada impor bahan-bahan makanan, dipenuhi dengan makin
menumbuh-kembangkan koperasi pertanian, sehingga peranan koperasi menjadi
semakin kokoh dan berpengaruh kuat terhadap perkembangan ekonomi di Inggris.
Sejak berdirinya tahun 1844, dari
kota industri yang kecil ini, koperasi konsumen kemudian menyebar ke seluruh
dunia. Selanjutnya, jenis koperasi konsumen ini dapat membanggakan diri sebagai
koperasi paling sejati, koperasi paling tulen, baik karena kemurnian
hubungan kerjanya yang disebabkan oleh:
a.
semua
anggota koperasi kosumen adalah pemilik
b.
semua
pekerja (buruh) koperasi konsumen adalah anggota koperasi, sehingga tidak
mengenal hubungan majikan-buruh.
Maupun karena cirinya yang khusus sebagai gerakan konsumen
(Consumer’s movement). Bahkan aliansi Koperasi Internasional terbesar di dunia,
yaitu The International Co-operative Alliance (ICA) sebenarnya adalah aliansi
koperasi konsumen, berdasarkan prinsip-prinsip Rochdale.
2. Perkembangan Koperasi di
Perancis
Revolusi
Perancis dan pembangunan-pembangunan yang mengikutinya, mengakibatkan timbulnya
kemiskinan dan penderitaan rakyat Perancis. Tokoh-tokoh seperti Charles Fourier
(1772-1837); Louis Blanc (1811-1882) dan Ferdinand Lasalle memelopori perbaikan
nasib rakyat kecil. Mereka membangun koperasi produksi di antara para pengusaha
kecil yang terbatas kemampuannya. Koperasi ini jenis koperasi “productive
cooperative” atau “cooperative workshop” yang juga disebut sebagai
“co-operatives”.
Kemudian
di antara para pekarya, timbul koperasi kredit, yang kemudian berkembang
menjadi koperasi produksi dalam arti co-opertive workshop atau koperasi di
antara kaum pengusaha yang berasal dari kaum pekarya, demikianlah pula koperasi
yang timbul di Perancis adalah koperasi produksi dalam bentuk co-operative
workshop, yang juga berkembang menjadi koperasi pengusaha, ketika mempekerjakan
buruh.
Saat ini jumlah koperasi di Perancis ada
476 dengan anggota + 3,5 juta
orang, memiliki toko 9.900 buah dan perputaran modal sebesar 3.600 milyar frank
3. Perkembangan Koperasi di
Jerman
Sekitar tahun 1848, ketika Inggris dan
Perancis telah mencapai kemajuan dalam pembangunan industri mereka, hal
sebaliknya terjadi di Jerman. Perekonomian Jerman bersifat agraris.
Barang-barang Inggris dan Perancis yang diimpor ke Jerman menekan perkembangan
industri Jerman. Rakyat petani pedesaan mengalami penderitaan.
Walikota
Flammersfield, Frederich Wilhelm Raiffesen, memelopori dengan menganjurkan
rakyat untuk bersatu dalam perkumpulan simpan pinjam. Setelah melalui beberapa
kegagalan dan rintangan, Raiffesen mendirikan perkumpulan koperasi dengan
pedoman kerja sebagai berikut:
- Para petani anggota koperasi wajib menyimpan
sejumlah uang, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
- Uang
simpanan boleh dikeluarkan sebagai pinjaman bagi petani-petani yang
memerlukannya, dengan membayar bunga yang ringan. Penggunaan uang itu
diawasi, dan terutama untuk tujuan produktif.
- Usaha
koperasi, mula-mula dibatasi pada desa setempat, pada sekelompok orang
yang saling mengenal agar tercapai kerjasama yang erat.
- Kepengurusan
koperasi diselenggarakan dan dipegang sendiri oleh anggota yang dipilih
tanpa mendapat upah.
5.
Keuntungan
yang diperoleh dari perputaran uang simpanan merupakan milik perkumpulan
koperasi dan digunakan untuk membantu kesejahtera-an masyarakat setempat.
Di sini
terlihat bahwa para petani bergabung dalam koperasi dengan tujuan untuk saling
membantu sesama mereka. Petani mendapatkan kredit dari sejumlah uang yang dari
waktu ke waktu terkumpul dari uang simpanan mereka sendiri. Dari sinilah di
Jerman tumbuh koperasi simpan pinjam yang bergerak di bidang pertanian, yang
kemudian terkenal dengan nama Koperasi Kredit Pertanian model Reiffesen. Pada
tahun 1866, Reiffesen menuliskan pengalamannya pada sebuah buku untuk dijadikan
sebagai buku pegangan. Gerakan koperasi simpan pinjam di jerman ini pada
awalnya tumbuh sangat lambat. Pada tahun 1885 baru terdapat 245 buah koperasi.
Ketika Reiffesen meninggal pada tahum 1888, di Jerman telah berdiri 425
perkumpulan koperasi kredit yang ternyata sangat membantu pembangunan di Jerman
pada waktu itu. Dalam perkembangannya, koperasi-koperasi kredit pertanian
tersebut kemudian juga menangani kebutuhan sarana pertanian dan pemasaran hasil
pertanian, sehingga menjadi koperasi kredit dan pembelian bersama. Dengan lain
perkataan, koperasi Reiffeisen telah berkembang dari koperasi simpan pinjam
menjadi koperasi serba usaha, yaitu: usahasimpan pinjam dan pembelian bersama.
Di sini kita dihadapak pada pilihan: Pada sektor pertanian, di kalangan petani
pedesaan, jenis koperasi apakah yang sebaiknya ada? Sejarah koperasi di Jerman
telah membuktikan bahwa koperasi kredit yang ada telah berkembang menjadi
koperasi serba usaha. Pada tahun 1891, jumlah ini sudah meningkat menjadi 885
buah koperasi dan di tahun 1938, jumlah itu telah mencapai 1800 buah dengan
jumlah anggota seluruhnya sekitar dua juta orang.
Di Jerman ada seorang pelopor lagi, Hermann Schultze,
seorang hakim, dari kota Delitzcsh, sehingga lebih terkenal dengan sebutan
Schultze Delitzcsh. Ia memperoleh kesempatan untuk memperhatikan serta
mempelajari kehidupan kaum buruh dan tukang-tukang pengrajin di kota-kota. Pada
waktu itu nasib kaum buruh dan tukang-tukang sangat menderita. Nasib mereka
sangat menyedihkan bukan saja karena tidak mampu bersaing dengan kaum
industriawan yang bermodal besar, tetapi juga karena sukarnya memperoleh modal
atau kredit dengan syarat-syarat yang mudah dan ringan. Untuk itu Herman
Schultze memelopori pembangunan koperasi simpan pinjam di daerah perkotaan yang
susunan serta cara kerjanya mirip dengan susunan dan cara kerja sebuah bank.
Pada tahun 1849, ia merumuskan pedoman kerja untuk koperasinya sebagai berikut:
- Uang
simpanan modal kerja perkumpulan koperasi dikumpulkan dari siapa saja yang
menjadi anggota koperasi. Anggota-anggota terdiri dari setiap unsur dalam
masyarakat, terutama pengusaha kecil dan pedagang kecil.
- Daerah
kerjanya bukan daerah pertanian melainkan daerah perkotaan, dimana banyak
tinggal pengusaha dan pedagang kecil.
- Pengurus
koperasi dipilih dan diberi upah atas pekerjaannya.
- Pinjaman-pinjaman
yang dikeluarkan bagi anggota terutama bersifat jangka pendek dan
diberikan kepada mereka yang berusaha sebagai pedagang atau pengusaha
kecil.
- Keuntungan
yang diperoleh dari bunga pinjaman dibagikan kepada anggota.
Pada koperasi Schultze-Delitzsch, terjadi
perkembangan lebih lanjut, Dari koperasi kredit di kalangan kaum pekerja dan
pekarya, koperasi ini terus berkembang sebagai koperasi kredit (yang kemudian
dikenal sebagai Credit Union). Koperasi antar pekarya ini kemudian juga
berkembang menjadi apa yang kita sebut sebagai “Co-operative Workshop” atau
“Bengkel Koperasi” yang dikelola oleh para pekarya, tanpa adanya hubungan
majikan buruh, namun setelah usahanya maju, para pekarya (artisan) ini kemudian
dapat menerima buruhke dalam bengkel/pabrik atau badan usahanya. Dalam hal ini
si artisan kemudian berubah menjadi pengusaha. Oleh karena itu, Co-operative
Workshop ini kemudian berkembang menjadi kaum pengusaha. Sekali lagi, dalam
perkembangan koperasi telah muncul jenis koperasi kredit di antara para pekerja
dan buruh di daerah perkotaan, yang kemudian berkembang menjadi koperasi
pengusaha.
Koperasi Reiffesen dan Schultze Delitzcsh berhasil tumbuh dan
berkembang dengan baik di seluruh
Jerman. Koperasi Reiffesen di Jerman kemudian juga berkembang menjadi
bank. Persatuan koperasi di Jerman sampai Desember 1969 berjumlah 115 buah
dengan anggota 2.235.000 orang dan perputaran modal sebesar 4.827 milyard D.M.
4. Perkembangan Koperasi di
Swedia
Sejak
semula koperasi di negeri ini terutama ditujukan untuk dapat menyediakan barang
dengan harga yang rendah tetapi dengan mutu yang baik. Kuatnya kekuasaan
monopoli di Swedialah yang telah menyebabkan tumbuhnya koperasi untuk
meniadakan kekuatan tersebut. Mereka mempersatukan diri dalam koperasi dengan
keyakinan bahwa dengan menyatukan kaum konsumen mereka dapat menolong
diri-sendiri dan terhindar dari sistim kapitalis yang kuat memgang monopoli
dagang. Berkat kesadaran anggota dan upaya pengurus, koperasi-koperasi di Swedia
pada tahun 1911 berhasil merobohkan monopoli perseroan besar milik sekelompok
perusahaan yang semula sangat berkuasa dalam menentukan harga penjualan
margarine di degara itu.
Pada
tahun 1926, koperasi berhasil menghancurkan monopoli penjualan tepung terigu
yang dimiliki perusahaan swasta. Pada tahun-tahun berikutnya koperasi berhasil
pula menyelenggarakan usaha pembuatan lampu pijar dan sepatu untuk keperluan
penduduk seluruh negeri dan mengalahkan saingannya yang sudah bertehun-tahun
berusaha di bidang itu. Sejak koperasi berhasil mengambil peranan dalam usaha
pembuatan barang-barang keperluan rakyat, hasil dan jumlah produksinya semakin
meningkat. Minyak nabati, tepung terigu, barang-barang makanan dalam kaleng,
sepatu, pipa untuk salurang air ledeng, keramik, kertas, papan untuk dinding,
fiber, pakaian jadi, pupuk dan sarana pertanian merupakan barang-barang yang
termasuk dalam kegiatan koperasi. Semua itu dilaksanakan dengan kepemilikan
sebanyak lebih dari 90 buah pabrik dan tempat usaha. Toko-toko eceran milik
koperasi tersebar luas di seluruh negeri dan menduduli 20% dari seluruh
penjualan eceran di negeri itu. Dapat dikatakan satu dari dua orang Swedia
adalah anggota koperasi. Pada tahun 1949, jumlah anggota dari 674 buah koperasi
dengan 7.500 buah cabangnya mencapai hampir satu juta keluarga. Dalam gerakan
koperasi Swedia terkenal tokohnya Albin Johansen, yang memimpin koperasi selama
bertahun-tahun. Kesempatannya duduk di pemerintahan Swedia memberikan
kesempatan bagi koperasi untuk lebih mengembang-kan sayap dan usahanya. Ia
berhasil menasionalisasikan perusahaan penyaringan minyak bumi dan
menyerahkannya kepada koperasi.
Rahasia keberhailan koperasi-koperasi di Swedia adalah berkat
program-program pendidikan mereka yang disusun secara teratur, pendidikan orang
dewasa di Sekolah Tinggi Rakyat serta kelompok lingkaran studi (Study Circle)
dalam pendidikan luar sekolah. Koperasi Pusat Penjualan (Cooperative
forbunded), mensponsori program-program pendidikan yang meliputi 400 jenis
kursus teknis yang diberikan bagi karyawan koperasi dan anggota pengurus.
Selain itu diberikan pula pendidikan bagi rakyat pada umumnya di daerah kerja
koperasi.
5. Perkembangan Koperasi di
Denmark
Denmark
merupakan salah satu negara di Eropah yang dapat menjadi contoh baik dalam
penyelenggaraan koperasi pertanian. Para petani Denmark yang umumnya hanya
memiliki tanah sempit serta dengan produksi yang kecil, namun dengan koperasi
mereka telah berhasil menyatukan usaha-usaha pertanian skala kecil ini,
sehingga baik dalam cara produksi maupun dalam pengolahan hasil produksi dapat
dilakukan pembakuan hasil.
Sampai dengan tahun 1952, jumlah anggota
koperasi mencapai satu juta orang atau merupakan + 30% dari seluruh penduduk Denmark.
Perkembangan pesat koperasi merupakah hasil dari tingkat pendidikan masyarakat
yang sudah maju. Usaha pendidikan banyak diberikan kepada masyarakat melalui
Perguruan Tinggi Rakyat. Lembaga ini terkenal sebagai tempat bagi rakyat untuk
menambah pengetahuan mereka dengan cara praktis dan mudah. Seperempat sampai
sepertiga dari jumlah penduduk pedesaan yang berusia anatar 18 S/d 30 tahun
rata-rata pernaha duduk di Perguruan Tinggi ini. Berkat sisitim pendidikan
inilah rakyat tani Denmark umumnya menjadi terpelajar. Sehingga mereka mudah
mennyatukan diri dalam koperasi, karena mereka menyadari akan peran koperasi
bagi perkembangan ekonomi mereka.
Dengan mendirikan koperasi penjualan bersama, mereka melihat langsung
manfaat koperasi. Harga penjualan melalui koperasi lebih baik, sehingga
pengadaan kebutuhan sarana pertanian juga diadakan bersama-sama melalui
koperasi. Selain koperasi pertanian, Denmarka juga mempunyai koperasi-koperasi
konsumsi yang didirikan oleh serikat-serikat pekerja, namun perkembangannya
kurang pesat.
6. Perkembangan Koperasi di
Jepang
Untuk
pertama kalinya koperasi di Jepang berdiri pada tahun 1900, tigapuluh tiga
tahun setelah Restorasi (pembaharuan) Meiji. Pada tahun yang sama juga
dilaksanakan undang-undang Koperasi Industri Kerajinan. Walaupun bernama
koperasi industri kerajinan, namun koperasi ini juga bergerak di sektor
pertanian. Pada tahun 1906, dengan dimulainya kegiatan pembelian dan pemasaran
hasil pertanian secara bersama, koperasi semakin bertumbuh dan berkembang.
Pada tahun 1920-an, ketika Jepang
sedang mengembangkan industrinya, koperasi menjadi tulang punggung pembangunan
pertanian yang menunujang industrialisasi. Gerakan koperasi pertanian mengalami
kemajuan sangat pesat sejak tahun 1930-an terutana pada periode krisis ekonomi
dunia pada anatara tahun 1933-1940. Rencana pembangunan koperasi 5 tahun yang
diikuti dengan rencana pembangunan koperasi 3 tahun telah menghasilkan
pembangunan koperasi di setiap kota dan desa di Jepang, dan mempersatukan semua
petani dalam satu gerakan dan mengokohkan posisi bisnis perkumpulan koperasi.
Organisasi koperasi yang ada sekarang, berkembamg berdasarkan Undang-undang
Koperasi Pertanian yang mulai diberlakukan pada tahun 1947. Ada dua bentuk
koperasi pertanian:
a.
Koperasi Pertanian Umum: Koperasi
ini bekerja atas dasar serba usaha, misalnya menyelenggarakan usaha pemasaran
hasil pertanian, menyediakan kredit untuk usaha, perasuransian, pemberian
bimbingan dan penyuluhan pertanian bagi usaha tani.
b. Koperasi
Pertanian Khusus: Koperasi ini hanya menyelenggara-kan satu
jenis usaha, misalnya koperasi buah, koperasi daging ternak, koperasi bunga dan
sebagainya.
Pada
umumnya koperasi-koperasi di Jepang menyelenggarakan bentuk usaha koperasi yang
pertama. Inilah pula sebabnya mengapa pada saat ini hampir semua petani di
Jepang merupakan anggota koperasi. Koperasi yang menyelenggarakan serba usaha
ini kemudian menyatukan diri dalam koperasi induk, yang disebut: Gabungan
Perkumpulan Koperasi Pertanian Nasional (Zenkoku Nogyo Kyodokumiai Chuokai)
yang lebih dikenal dengan sebutan Zen-Noh, dengan titik berat pada penyaluran
sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian.
Koperasi-koperasi kecil, secara
berangsur-angsur meleburkan diri dalam bentuk koperasi yang berskala lebih
besar, sehingga menjadi koperasi-koperasi yang besar dan kuat yang mampu
memperkerjakan tenaga-tenaga ahli dan trampil serta bisa menggunakan alat-alat
modern. Jumlah koperasi primer di Jepang 5198 buah, dengan jumlah anggota 5,1
juta keluarga petani. Seluruh usaha pertanian bersatu di bawah bimbingan
koperasi atau dalam rangka kegiatan usaha koperasi. Di Jepang selain terdapat
Koperasi Induk Pertanian (Zen-Noh) juga terdapat:
-
Induk Koperasi Asuransi Bersama,
-
Induk Koperasi Perbankan untuk Pertanian
dan Kehutanan dan
-
Pusat Assosiasi Penerbitan.
-
7. Perkembangan Koperasi di
Korea
Keberadaan
koperasi di Korea dimulai pada awal abad XX. Koperasi simpan pinjam berdiri
pada tahun 1907, oleh rakyat pedesaan untuk membantu para petani yang
membutuhkan uang untuk membiayai usaha pertaniannya. Koperasi kerajinan
(industri kecil) dan koperasi pertanian
mulai diorganisir pada tahun 1936, yang terutama untuk mengusahakan
pembelian kebutuhan bersama serta mengelola kegiatan usaha. Kepada dua
organisasi koperasi ini, diberikan perlindungan dan pengawasan oleh pemerintah.
Pada tahun 1956, koperasi simpan pinjam diorganisir menjadi Bank Pertanian
Korea, khusus untuk melayani kebutuhan kredit di sektor pertanian. Sebagai
bagian dari pertumbuhan gerakan koperasi modern di daerah pedesaan, pada tahun
1957 di negeri ini dibangun koperasi pertanian lain, sehingga terdapat dua
koperasi pertanian di daerah pedesaan, untuk melayani petani di bidang
kebutuhan kredit, yaitu Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian. Akan
tetapi timbulnya persaingan usaha pada kedua koperasi pertanian di daerah
pedesaan ini, menjadikan kerja mereka menjadi kurang efisien. Hal ini mendorong
untuk diadakannya koperasi serba usaha yang modern dari kot-kota sampai ke
daerah pedesaan. Ini mencakup bidang-bidang usaha kedua koperasi di atas.
Pada
tahun 1961, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Koperasi Pertanian yang
baru, Bank Pertanian Korea dan Koperasi Pertanian disatukan dengan nama
Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperative
Federation, disingkat NACF). NACF berdasarkan prinsip-prinsip koperasi serba usaha
modern. Sejak NACF berdiri, koperasi di korea maju pesat. NACF mempunyai
anggota sebanyak 1545 buah koperasi primer, 145 buah koperasi kerajinan, 104
buah koperasi pedesaan/Country Cooperative dengan anggota sebanyak 1.972.550
orang, atau meliputi 60% dari seluruh petani di negeri itu.
NACF bertugas meningkatkan produksi
pertanian, meningkatkan peran dan kedudukan ekonomi dan sosial petani serta
menyelenggarakan usaha-usaha peningkatan budaya rakyat. Untuk mencapai dan
melaksanakan tugas ini, NACF menyelenggarakan:
-
usaha-usaha pembinaan koperasi pertanian,
-
menyelenggarakan pusat-pusat pemasaran dan
penjualan hasil-hasil pertanian di pusat-pusat kota-kota besar di seluruh Korea
Selatan,
-
usaha kredit dan perbankan
-
export dan import barang-barang kebutuhan
rakyat banyak
-
pemasaran hasil pertanian
-
menyediakan mesin-mesin pertanian
-
asuransi
-
penelitian dan penerbitan majalah-majalah
koperasi
-
serta kerjasama internasional dengan
koperasi-koperasi di seluruh dunia.
-
Mengorganisir perkumpulan pemuda dan
perkumpulan ibu-ibu pedesaan untuk mendukung usaha-usaha kegiatan koperasi.
-
8. Perkembangan Koperasi di
Amerika Serikat
Semacam
bentuk koperasi (Pra koperasi) pertama kali didirikan di Amerika Serikat pada
tahun 1752 oleh Benyamin Franklin. Ia mendirikan The Philadelphia
Contributionship For The Insurance Of The House Loss By Fire. Pada waktu yang
hampir bersamaan, kaum Mormon yang sampai ke negara bagian Utah, menyatukan
tenaga dan uangnya untuk bersama-sama membuat sistim irigasi bersama untuk
pertanian mereka.
Koperasi
peternakan susu dibangun sekitar tahun 1847 di Connecticut. Namun para pelopor
koperasi di negeri ini tidak mengenal adanya para pelopor Rochdale. Baru pada
tahun 1860, mereka mendengar kegiatan tentang Rochdale. Setelah itu, banyak
koperasi konsumsi dibangun oleh serikat-serikat pekerja dan penduduk daerah
perkotaan. Pada waktu itu, keadaan kehidupan sosial di Amerika hampir sama
dengan keadaan di Inggris. Upah kerja rendah dan jam kerja sangat panjang.
Keadaan inilah yang menumbuhkan banyak koperasi di daerah perkotaan. Sayangnya
banyak pemimpin koperasi yang kurang mentaati prinsip-prinsip seperti yang
dianut oleh Rochdale, banyak koperasi yang akhirnya gulung tikar.
Pada awal
tahun 1880 an, perkumpulan-perkumpulan petani gandum, persatuan petani sayur
dan buah-buahan, persatuan peternak susu, produsen wol dan lain-lain tumbuh
pesat. Petani-petani telah lama menyadari bahwa bekerja secara individual
terutama dalam hal menjual hasil-hasil pertaniannya akan sangat merugikan. Oleh
karena itu mereka kemudian bergabung dalam koperasi. Hal yang sama kemudian
juga dilakukan oleh para konsumen yang bergang ke dalam koperasi konsumsi.
Dengan bergabung ke dalam koperasi konsumsi, para konsumen dapat memperoleh
barang dengan harga yang lebih murah dan kwalitas yang lebih terjamin bila
dibandingkan dengan barang-barang yang diperoleh dari para tengkulak. Lebih
dari 2.600 perkumpulan koperasi berdiri antara tahun 1863 dan tahun 1939.
hampir 57% dari koperasi-koperasi ini mengalami kegagalan, namun sisanya tetap
bertahan dan menjadi dasar yang kuat dari koperasi-koperasi yang ada sekarang.
Sebuah
komisi untuk kehidupan pedesaan yang dibentuk oleh Presiden Theodore Rosevelt,
pada tahun 1908 mengemukakan dalam laporannya, bahwa peran petani-petani besar
sekali dalam memajukan kehidupan pedesaan. Salah satu kebutuhan utama yang
dirasakan oleh masyarakat pedesaan adalah: kerjasama efektif antar petani untuk
mempersatukan usahanya pada tingkat yang sesuai dengan kepentingan bersama.
Sebagai hasil dari laporan komisi ini, pada tahun 1913 dikirim sebuah perutusan
ke Eropa untuk meninjau dan mempelajari pola-pola permodalan, sistim produksi
dan sisitim kehidupan pedesaan yang diselenggarakan oleh koperasi-koperasi
pertanian di negara-negara Eropa. Beberapa waktu kemudian,
pengalaman-pengalaman koperasi di Eropa dipraktekkan secara luas di Amerika
Serikat.
Hampir semua pejabat pemerintah desa mulai
memelopori pembentukan koperasi untuk membantu para petani dalam pemasaran
hasil dan pembelian kebutuhan bahan-bahan untuk usaha pertanian. Selama 12
tahun sejak tahun 1909 sampai tahun 1921 + 52% dari seluruh perkumpulan
koperasi yang tercatat telah bekerja efektif. Setelah Perang Dunia I berakhir
dan krisis ekonomi melanda seluruh dunia tahun 1933 sampai dengan tahun 1940,
dimana harga hasil pertanian merosot sangat rendah, koperasi-koperasi pertanian
di Amerika Serikat mengatasi masalah yang dihadapi bersama itu dengan membentuk
koperasi-koperasi pertanian dalam skala besar. Berdirinya koperasi-koperasi ini
dimaksudkan agar para petani secara bersama-sama mempunyai kemampuan
organisatoris yang lebih besar dan lebih kuat dalam mengamankan harga hasil
pertanian mereka. Pada akhirnya koperasi-koperasi dapat menguasai pemasaran
produksi gandum, kapas, tembakau, dan hasil pertanian lainnya.
Pada
tahun 1928, Undang-Undang Pemasaran Bersama (Uniform Marketing Laws) dinyatakan
berlaku di 46 negara bagian. Menghadapi kenyataan akan rendahnya harga jual
hasil pertanian dan tingginya harga sarana produksi pertanian, para petani
menyatakan diri dalam perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian, baik pada
tingkat lokal maupun pada tingkat nasional. Perkumpulan-perkumpulan koperasi
ini dibentuk atas anjuran dewan pertanian (farm board) untuk hasil kapas, wool,
biji-bijian, buah-buahan dan sayur mayaur, tembakau, susu dan hasil pertanian
lainnya.
Pada saat ini, koperasi telah merupakan salah satu penyalur penting
untuk menyelenggarakan usaha perekonomian di Amerika Serikat. Koperasi-koperasi
tumbuh dan berkembang karena membuktikan manfaat bagi masyarakat dan berjasa
melayani kebutuhan para petani di pedesaan maupun penduduk di daerah perkotaan.
Namun di Amerika Serikat koperasi lebih banyak dikenal oleh penduduk pedesaan
daripada oleh penduduk perkotaan. Banyak jenis koperasi di Amerika Serikat, tetapi
yang paling terkenal adalah jenis koperasi pemasaran. Jenis koperasi di daerah
pedesaan lainnya adalah:
-
koperasi
asuransi bersama
-
koperasi
listrik dan telpon
-
koperasi
pengawetan makanan
-
koperasi
simpan pinjam dan
-
koperasi
penyediaan benih.
Koperasi-koperasi di daerah perkotaan
seringkali menyelenggarakan toko eceran yang menjual barang-barang makanan dan
minuman, barang-barang kebutuhan rumah tangga, perabotan dan barang-barang
lainnya, koperasi kredit atau simpan pinjam serta koperasi perumahan. Koperasi
yang saat ini berkembang dengan pesat adalah koperasi Rumah Sakit.
Koperasi yang bergerak dalam suatu lokasi tertentu biasa disebut
koperasi lokal. Umumnya koperasi-koperasi ini sekarang menyatukan diri dalam
koperasi sekunder pada tingkat daerah atau negara bagian dan menyelenggarakan
usaha pembelian/penjualan bersama untuk kepentingan anggota mereka. Jumlah
rakyat Amerika yang menjadi anggota koperasi + 20 juta orang. Pada
umumnya satu orang menjadi anggota dari dua koperasi atau lebih, menurut kebutuhannya.
Di sini perlu pula dikemukakan bahwa timbulnya koperasi di Amerika terutama
didorong oleh tradisi self-help, yaitu menolong diri sendiri sebagaimana
dipaksakan oleh kondisi di awal orang Eropa bermukim ke Amerika, ditambah
dengan semangat setiakawan dalam menghadapi setiap permasalahan secara bersama.
D. Perkembangan Koperasi di Di Indonesia
1
Zaman Penjajahan Belanda
Tahun 1896 R.
Aria Wiriatmaja, Patih Purwokerto, memelopori pertama kali berdirinya cikal-bakal
koperasi di Indonesia, dengan berdirinya perkumpulan yang kegiatan usahanya
koperasi yakni Bank Penolong dan Tabungan (Hulp end Spaarbank). Usaha ini
mula-mula bergerak dikalangan pegawai Pamong Praja rendahan yang sering sekali
memikul beban utang yang berat. Usaha ini dibantu oleh seorang Belanda yang
bertugas di Purwokerto juga, yang bernama E. Sieburg. Pada tahun 1898, De Walf
Van Westerrode, pengganti Sieburg, memperluas usaha R. Aria Wiriatmadja, dengan
juga membantu pedagang kecil, sebagaimana cita-cita Raiffesen dan
Schultze-Delitzsch. Kemudian usaha ini berkembang dengan juga juga memberikan
kredit kepada sektor pertanian, mencoba meniru pola koperasi pertanian di
Jerman (Raiffesen)
Dengan tumbuhnya gerakan nasional, kaum
pergerakan juga mempergunakan koperasi sebagai salah satu sarana perjuangan,
antara lain Boedi Oetomo (1908), Sarikat Dagang Islam (1913), yang juga
memelopori berdirinya beberapa jenis Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan.
Boedi Oetomo, mencoba memajukan koperasi-koperasi rumah tangga dan koperasi
toko yang kemudian menjadi koperasi konsumsi, yang dalam perkembangannya
kemudian menjadi koperasi batik.
Pada jaman Belanda ini (sampai awal
tahun 1942), koperasi banyak mengalami rintangan. Hal ini disebabkan oleh
karena Belanda juga telah menyadari latar belakang maksud dari gerakan koperasi
tersebut. Tindakan politik pemerintah penjajah yang merintangi usaha koperasi
ini dapat dibuktikan dengan didrikannya algemene nallescrediet bank, rumah
gadai, bank desa dan sebagainya. Perkembangan koperasi pada waktu itu memang kurang
memuaskan yang disebabkan oleh adanya hambatan dari pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda khawatir koperasi makin tumbuh dan berkembang di kalangan
bumi putra. Supaya koperasi tidak semakin meluas, pemerintah Belanda pada tahun
1915 mengeluarkan suatu undang-undang.
Pada tahun 1915 itulah lahir
Undang-Undang Koperasi yang pertamakali di negara jajahan Hindia Belanda, yang
disebut verordening op de cooperatieve verenegingen (koninkklijk
Besluit, 7 April, stb.431). Undang Undang ini merupakan konkordan dengan
Undang-Undang Koperasi Belanda Tahun 1876 dan Undang-Undang Koperasi Tahun 1915
ini berlaku bagi semua golongan rakyat pada waktu itu. Dikeluarkannya
Undang-Undang Koperasi tahun 1915 yang merupakan konkordan dengan Undang-Undang
Koperasi Belanda pada tahun 1876 ini, mengakibatkan perkembangan koperasi di
Hindia Belanda menjadi semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain karena
peraturan yang dikeluarkan pemerintah penjajah tidak sesuai dengan corak
kehidupan rakyat. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang itu
menyebabkan rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi. Pemerintah Belanda dengan
politiknya pada waktu itu tidak menghendaki koperasi berkembang karena akan
dipergunakan sebagai alat perjuangan rakyat untuk menentang pemerintah Belanda.
Undang Undang Koperasi tahun 1915 mendapat tantangan keras dari pemuka
masayarakat Indonesia, khususnya dari kaum gerakan nasional.
Pada tahun 1920, atas desakan
masyarakat, pemerintah Belanda membentuk suatu komisi atau panitia koperasi.
Komisis ini dipimpin oleh Prof. DR. J.H. Boeke. Di dalam komisi ini duduk pula
beberapa wakil pemuda pejuang Indonesia. Komisi ini bertugas untuk:
1.
Mempelajari apakah bentuk koperasi sesuai
dengan kondisi Indonesia
2.
Jika dipandang cocok untuk rakyat
Indonesia, komisi mempelajari dan menyiapkan metode untuk mengembangkan
koperasi
3.
Menyiapkan undang-Undang koperasi yang
sesuai dengan kondisi Indonesia
Hasil
komisi menyatakan koperasi perlu dikembangkan di Indonesia. Akhirnya pada tahun
1927 Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia selesai dibuat dan diundangkan pada tahun itu juga, yaitu
Undang-Undang Koperasi tahun 1927, yang disebut Regeling Inlandsche
Cooperatieve Verenegingen (stb. 1927-91) Dengan keluarnya UU Koperasi tahun
1927, koperasi di Indonesia mulai bangkit dan berkembang lagi. Selain
koperasi-koperasi lama yang dirintis oleh Boedi Oetomo, Serikat Islam dan
Partai Nasional Indonesia, bermunculan koperasi-koperasi lain seperti koperasi
perikanan, koperasi kredit, koperasi kerajinan dan lain lainnya. Pendorong
pertumbuhan koperasi pada waktu itu adalah:
1.
Adanya bagian dari Undang-Undang Koperasi
tahun 1927, yang diperuntukan khusus bagi golongan boemi poetra
2.
Adanya jawatan koperasi yang dibentuk
sejak tahun 1930 yang dipimpin oleh Prof. DR. H.J. Boeke di lingkungan
Departemen Dalam Negeri.
Akan tetapi pada perkembangan
selanjutnya, perkembangan koperasi kembali mengalami kemunduran sebagai akibat
dari tekanan kaum pedagang yang mendapat fasilitas dari pemerintah Belanda.
The Studie Club 1928, merupakan kelompok
kaum intelektual Indonesia yang juga menyadari peranan koperasi sebagai salah
satu perjuangan, menganjurkan anggota-anggotanya untuk ikut memelopori koperasi
di tempat masing-masing.
Pada tahun 1933, pemerintah Belanda
kembali mengeluarkan peraturan koperasi, yaitu algemene regeling op de
cooperative verenegingen (stb, 1933-108), sebagai pengganti UU Koperasi tahun
1927. Peraturan ini tidak berbeda dengan peraturan koperasi tahun 1915 yang
tidak sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia. Akibatnya koperasi menjadi
semakin mundur. Peraturan koperasi tahun 1933 ini, konkordan dengan peraturan
koperasi di negara Belanda tahun 1925.
Pada tahun 1935, karena banyaknya kaitan
dengan kegiatan di bidang ekonomi dan karenannya dirasa lebih sesuai, jawatan
koperasi dipindahkan dari Departeman Dalam Negeri ke Departemen Ekonomi. Pada
tahun 1937, dengan bantuan pemerintah, dibentuk koperasi-operasi simpan pinjam.
Koperasi ini bertujuan untuk membantu petani agar lepas dari hutang, terutama
kaum tani yang tidak dapat lepas dari cengkeraman kaum pengijon.
Pada tahun 1939, jawatan koperasi
diperluas ruang lingkupnya menjadi Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam
Negeri. Ini disebabkan karena koperasi belum mampu mandiri, sehingga pemerintah
penjajah menaruh perhatian dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan
pengarahan tentang bagimana cara koperasi dapat memperoleh barang dan
memasarkan hasilnya. Perhatian tersebut dimaksudkan agar koperasi mampu bangkit
dan berkembang serta mampu mengatasi dirinya sendiri.
Tahun 1939, jumlah koperasi telah mencapai
1.712 buah. Dari jumlah tersebut, 172 di antaranya merupakan koperasi yang
terdaftar, dengan jumlah anggota sebanyak 14.134 orang.
2
Zaman Penjajahan Jepang
Pada jaman pendudukan Jepang (1942-1945),
koperasi diatur dengan azas-azas menurut cara-cara militer. Hal ini disebabkan
karena Jepang dalam keadaan Perang Asia
Timur Raya. Oleh tentara Jepang, koperasi dijadikan alat pendistribusian
barang-barang keperluan tentara Jepang. Koperasi yang ada diubah menjadi Kumiai
yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk keperluan perang.
Pada zaman pendudukan tentara
Jepang ini, bukannya penyempurnaan usaha koperasi, tetapi justru apa yang telah
ada dihancurkan. Kantor pusat jawatan koperasi dan perdagangan diganti namanya
menjadi syomin cou jumosyo, sedang kantor daerah diganti menjadi syomin
kumiai sodandyo. Di Jawa dibentuk Jawa yumin keizei sintaisei konsetsu
junbi iinkai, panitia susunan perekonomian baru di Jawa. Hasil perekonomian
baru yang dikemukakan dengan muluk-muluk, tidak lain adalah kesengsaraan dan
kemelaratan semata. Adanya ketentuan dari pengauasa Jepang bahwa untuk
mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari pemerintah setempat (suchokan –
resident), dan biasanya ijin itu dipersulit, koperasi tidak mengalami
perkembangan, bahkan semakin hancur.
3
Zaman Kemerdekaan
Awal
Negara Republik Indonesia diproklamirkan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari kemudian UUD 1945 disahkan. Pasal 33 ayat
1 UUD 1945 beserta penjelasannya yang merupakan landasan hukum yang sangat kuat
bagi koperasi. Sehingga timbul semangat baru untuk menggerakan koperasi.
Pada tanggal 11-13 Februari 1946 diadakan
Konperensi Koperasi Besar I diadakan di Ciparay, Bandung, diikuti oleh
wakil-wakil organisasi koperasi dari Parahyangan dan Yogyakarta. Dalam
konperensi itu telah diambil keputusan-keputusan yang sangat penting dan
mendasar untuk perkoperasian Indonesia di masa mendatang pada umumnya.
Keputusan-keputusan tersebut berupa: Ide koperasi sosial dikubur, diganti
dengan ide koperasi Ekonomi. Hal ini membawa akibat pada struktur
organisasi. Selanjutnya, sesuai dengan keputusan di atas, Pusat Koperasi
Kabupaten Bandung (P.K.K.B.) semenjak itu bersemboyan: Dari Koperasi Sosial
ke Koperasi Ekonomi, dan ...... perubahan ide ini, membawa akibat kepada
susunan dan cara bekerja, sehingga perubahan diperlukan atas statuut yang
diperoleh P.K.K.B. pada tanggal 22 Nopember 1933, No 225.
Agar tidak terjadi kesalah pahaman, perlu
adanya catatan khusus atas pernyataan “Ide Koperasi Sosial dikubur”. Pernyataan
ini sama sekali tidak berarti menghilangkan sifat sosial dari perkumpulan
koperasi itu sendiri. Tanpa adanya pernyataan Koperasi Sosialpun, hanya sifat
sosialah yang telah melahirkan koperasi. Pernyataan Ide Koperasi Sosial dikubur,
mungkin lebih ditujukan untuk menetralisir koperasi yang semula lebih berat
bergerak di bidang sosial dan oleh karenanya di anggap sebagai badan sosial.
Pada tanggal 12 Juli 1947,
Gerakan koperasi seluruh Indonesia mengadakan Konggres Nasional Koperasi pertama
kali diadakan di Tasikmalaya, Jawa Barat. (Hari ini kemudian dikenal sebagai
hari koperasi)
Pada tahun 1949,
dikeluarkan peraturan baru Regeling Cooperatieve Verenegingen (stb. 1949
– 179), tetapi tanpa disertai dengan pencabutan Stb. 1933 – 108, yang berlaku
bagi semua golongan mayarakat, sehingga pada tahun 1949, di Indonesia terdapat
dualisme peraturan yaitu:
1.
Algemene Regeling op de Cooperatieve
Verenegingan 1933 (Stb. 1933-108), yang berlaku bagi semua
golongan rakyat termasuk golongan bumi putera, dan
2.
Regeling
Cooperatieve Verenegingen (stb. 1949 – 179), yang berlaku bagi golongan
bumi putera.
1950-1965
Sejak tahun 1950 sampai dengan
tahun 1959, gerakan koperasi terus tumbuh dan berkembang dari bawah, artinya
atas prakarsa rakyat sendiri, sedangkan sesudah itu sampai tahun 1966,
pertumbuhan koperasi lebih banyak didorong dari atas.
Pada tahun 1953, gerakan koperasi
Indonesia mengadakan konggres kedua, dimana salah satu keputusannya adalah
menetapkan Bapak Moh. Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia.
Pada tahu 1958 pemerintah
mengeluarkan Undang Undang Koperasi No 79 tahun 1958. Undang Undang ini dibuat
berdasarkan UUD sementara tahun 1950 pasal 38, yang isinya sama dengan isi
ketentuan pasal 33 UUD 1945. Dengan dikeluarkannya UU Koperasi ini, peraturan
koperasi tahun 1933 dan peraturan koperasi tahun 1949 dinyatakan batal.
Sementara dengan diberlakukannya UU No 79 tahun 1958 yang didasarkan atas UUDS
1950 pasal 38 , koperasi semakin maju dan berkembang dimana-mana.
Pada 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan
dekrit “kembali ke UUD 1945”. Berdasarkan dekrit tersebut, maka sebagai
pelaksanaan UU No 79 tahun 1958, pemerintah mengeluarkan PP No 60 Tahun 1959.
Dalam PP No 60 tahun 1959 tersebut ditentukan bahwa pemerintah bertidak sebagai
pembina dan pengawas perkembangan
koperasi di Indonesia. Jawatan koperasi bertanggung jawab atas perkembangan
koperasi Indonesia. Segala kegiatan pemerintah dalam perekonomian dan
perkoperasian, dari tingkat pusat sampai ke derah-daerah, disalurkan melalui
jawatan koperasi. Tugas jawatan koperasi antara lain:
1.
menumbuhkan organisasi koperasi dalam
segala sektor perekonomian
2.
mengadakan pengamatan dan bimbingan
terhadap koperasi
3. mendaftar
dan memberi pengesahan badan hukum koperasi
Pada tahun 1960, ke luar Instruksi
Presiden No 2 tahun 1960 yang berisikan antara lain: “untuk mendorong
pertumbuhan gerakan koperasi harus ada kerja sama antara jawatan dengan
masyarakat, dalam sat lembaga yang disebut Badan Penggerak Koperasi” (Bapengkop).
Tugas utama Bapengkop adalah mengadakan koordinasi kegiatan-kegiatan instansi
pemerintah, untuk menumbuhkan gerakan koperasi secara teratur, dari tingkat
pusat sampai ke daerah-daerah. Akan tetapi justru besarnya perhatian pemerintah
terhadap perkembangan koperasi inilah yang berdampak ketergantungan koperasi
kepada bantuan pemerintah. Lebih-lebih lagi, pengurus koperasi menjadi terbiasa
mengharap datangnya bantuan atau distribusi barang dari pemerintah. Akibatnya,
mereka kehilangan inisiatif untuk menciptakan usaha bagi kelangsungan hidup
koperasi. Peranan pemerintah yang terlalu jauh mengatur masalah perkoperasian
pada hakekatnya juga tidak lagi bersifat melindungi, tetapi justru membatasi
gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian dan tidak sesuai dengan
jiwa dan makna UUD 1945. Di samping itu, partai-partai politik mulai ikut
campur tangan terhadap koperasi. Koperasi mulai dijadikan alat perjuangan
politik dari sekelompok kekuatan tertentu. Koperasi menjadi kehilangan jati
dirinya sebagai suatu badan ekonomi yang bersifat demokratis, tidak mengenal
perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pada tanggal 21 April 1961. di
Surabaya diselenggarakan musyawarah nasional
(Munas) I yang dihadiri oleh utusan-utusan koperasi tingkat I dan II
dari seluruh Indonesia serta juga oleh Induk dan Gabungan koperasi tingkat
nasional dan wakil-wakil pemerintah. Sayang munas I ini belum dapat memperbaiki
citra koperasi yang sudah menyimpang dari landasan idiilnya. Pada tanggal 2
sampai 11 Agustus 1965, munas II mengundangkan Undang-Undang No 4 Tahun 1965 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian pada tanggal 2 Agustus 1965. Namun undang-undang
inipun masih mengandung unsur-unsur politik, ini berarti bahwa koperasi masih
dijadikan alat perjuangan bagi partai-partai politik yang berkuasa. Akibatnya
anggota kehilangan kepercayaan terhadap pengurus karena pengurus hanya berada
dalam kendali partai politik yang mengasai koperasi.
1966-1993
Sesuai dengan Ketetapan MPRS No
XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang No. 14
tahun 1965 dengan undang-undang yang benar-benar dapat menempatkan koperasi
pada fungsi sebagaimana mestinya, yakni sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1.
Berkaitan dengan hal itu, keputusan munas Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin)
ke I pada tanggal 17 Juli 1966 di Jakarta menetapkan:
1.
menolak dan membatalkan semua keputusan
dan hasil-hasil lainnya dari Munaskop I dan II
2.
menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada MPRS yang telah membekukan UU No 14 tahun 1965.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas, pemerintah dalam hal ini Departemen
Perdagangan dan Koperasi melalui surat keputusan No. 070/SKIII/1966 telah
membentuk panitian peninjauan UU No. 14 Tahun 1965, yang dipimpin oleh Ibnoe
Soedjono, yang pada waktu itu menjabat sebagai asisten menteri urusan koperasi.
Pada tanggal 18 Desember 1967,
pemerintah dengan persetujuan DPR-GR, berhasil membuat UU No 12 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Dengan keluarnya UU No 12 Tahun 1967 ini,
koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu kemudian ditertibkan. Sampai pada
tahun 1966, jumlah koperasi di Indonesia mencapai jumlah 73.406 buah dengan
anggota sebanyak 11.775.930 buah. Kemudian dengan tindakan rehabilitasi
organisasi dan penyelamatan koperasi melalui Undang-undang tentang Pokok-pokok
Perkoperasian No 12 tahun 1967 dan berubahnya pola kebijaksanaan ekonomi,
koperasi mengalami rationalisasi yang drastis dengan akibat runtuhnya
koperasi-koperasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan undang-undang
perkoperasian yang baru itu. Pada tahun 1967 koperasi yang ada sejumlah 64.000
buah, 45.000 buah di antaranya berbadan hukum. Jumlah koperasi pada akhir tahun
1968 menjadi 14.749 dengan jumlah anggota 3.540.671 orang.
Dengan adanya program pembangunan
di sektor pertanian sejak awal Pembangunan Lima Tahun Pertama (PELITA I) 1969 –
1974, dilakukan lagi penyehatan koperasi dan meningkatkan perannya kembali
dalam usaha-usaha Bimbingan Masal (BIMAS) dan Intensufikasi Masal (INMAS) dalam
rangka peningkatanproduksi pangan dan kesejahteraan petani. Pembentukan Dalam
tahap pembangunan lima tahun pertama, untuk koperasi pemerintah telah
mendirikan:
1. Pusat
Latihan Penataran Koperasi (Puslatpenkop) di Jakarta
2. Balai
Latihan Perkoperasian (Balatkop) di setiap propinsi, sebagai tempat pendidikan
dan latihan ketrampilan bagi para anggota koperasi, pengurus, badan pemeriksa,
manajer koperasi, karyawan bahkan para calon anggota koperasi
3. Lembaga
Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) di Jakarta, dengan kegiatan tiap-tiap propinsi
dalam membantu permodalan koperasi dengan cara menjadi penjamin koperasi-koperasi
atas pinjaman yang mereka peroleh dari bank pemerintah. LJKK dalam memberikan
jaminan kepada koperasi didasarkan atas penelitian dan penilaian hal-hal
sebagai berikut:
a.
Bonafiditas koperasi yang bersangkutan
termasuk hal-hal yang menyangkut manajemen
b.
Organisasi koperasi yang bersangkutan
c.
Prospek usaha yang dibiayai dengan modal
pinjaman
4. Badan
Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD).
Berdasarkan Inpres No 4 Tahun 1973,
Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD) tidak lepas dari program
pembangunan koperasi. BUUD yang pada dasarnya dibentuk di setiap wilayah unit
desa adalah merupakan suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi yang pada awal
pertumbuhannya dapat merupakan gabungan usaha bersama dari koperasi-koperasi
pertanian atau koperasi-koperasi lain yang terdapat di dalam wilayah unit desa
tersebut, yang terdapat demikian banyaknya pada akhir tahun 1967, menjadi
koperasi-koperasi yang dapat bekerja dalam skala yang lebih besar.
Pada tahun 1974 jumlah seluruh
perkumpulan koperasi di Indonesia mencapai 21.349 buah dengan jumlah anggota
sebanyak 4,5 juta orang dengan modal sebesar Rp. 22 milyard ,- Pertumbuhan dan
perkembangan BUUD/KUD pada akhir tahun 1978 telah mencapai 2.125 buah dan
tersebar di daerah pertanian di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1978, pemerintah
mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1978 tentang BUUD/KUD. BUUD tidak lagi
merupakan lembaga ekonomi yang berbentuk koperasi seperti diatur dalam Inpres
No 4 tahun 1973, tetapi sebagai lembaga pembimbing, pendorong dan pelopor pengembangan
serta pembinaan KUD. BUUD dibentu berdasarkan adanya KUD, mempunyai wilayah
kerja sama seperti wilayah kerja KUD yang meliputi beberapa desa dalam satu
kecamatan. Pada KUD keanggotaan tidak didasarkan pada jenis usahanya, tetapi
didasarkan pada tempat tinggal. Apabila pada suatu daerah telah ada
koperasi-koperasi lain, maka koperasi-koperasi tersebut boleh meneruskan
usahanya atau boleh juga bergabung dengan KUD setempat.
Pada awalnya KUD hanya mencajup
koperasi pertanian, koperasi desa dan koperasi serba usaha di desa-desa akan
tetapi dalam perkembangannya, koperasi telah melakukan kegiatan dalam berbagai
jenis usaha seperti simpan-pinjam, kerajian/industri kecil, pertanian,
perikanan, peternakan, pengangkutan, pelistrikan desa, perasuransian, Tebu
Rakyat Intensifikasi, percengkehan dan lain-lainnya. Dengan berlakunya Inpres
No 4 Tahun 1984, Inpres No 2 Tahun 1978 menjadi tidak berlaku lagi. KUD
dibentuk oleh warga desa dari suatu desa atau kelompok desa-desa yang disebut
unit desa, yang dapat merupakan satu kegiatan ekonomi masyarakat terkecil.
1992-Sekarang
Untuk lebih
menyesuaikan dengan perkembangan jaman, pada tanggal 21 Oktober 1992
dikeluarkan UU No 25 tentang Perkoperasian. Selain itu, pemerintah juga
menetapkan Inpres No 18 Tahun 1998 tentang pengembangan Koperasi. Inpres ini
merupakan antiklimaks dari Inpres No 4 Tahun 1984. Dengan Inpres No 18 Tahun
1998 ini, KUD yang semula merupakan satu-satunya koperasi pedesaan, dengan
sendirinya gugur dari kedudukan eksklusivnya itu. Dengan Inpres ini pula,
pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja, dan koperasi
diberi kesempatan untuk lebih mandiri serta bebas melaksanakan aktivitas
usahanya.