SURAT PERJANJIAN LEASING
Pada hari ini Rabu,
tanggal 5 April 2016, yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Warohman
Alamat : Jl. Gatot subroto No. 15,, Jakarta
No. Indentitas : KTP (13200569987002)
Jabatan : Direktur Utama
Perusahaan : PT. PRIMA KOMERSIAL LEASING COPR
Yang dalam hal ini
bertindak dan untuk atas nama PT. PRIMA
KOMERSIAL LEASING CORP, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Nama : Afriadi
Alamat : Jl. Dago Asri No. 2,
Bandung
No. Identitas : KTP (1050005014030001)
Jabatan : Direktur Utama
Perusahaan : PT. SERJO COAL SEJAHTERA
Yang dalam hal ini
bertindak dan untuk atas nama PT. SERJJO
COAL SEJAHTERA, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Para Pihak lebih dahulu
menerangkan:
Bahwa PIHAK PERTAMA
adalah Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang penyertaan barang-barang
modal, dan PIHAK KEDUA adalah Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang
pertambangan.
Bahwa PIHAK KEDUA
membutuhkan peralatan untuk pertambangan batubara (coal mining equipment) yang
berupa peralatan berat (heavy equipment) dan dump truck sebanyak 4 unit dengan
total jumlah harga keseluruhan sebesar Rp 11.972.250.000,- (US 1.275.000).
Bahwa PIHAK PERTAMA memberikan leasing barang-barang tersebut di atas kepada PIHAK KEDUA melalui kantor cabang di Samarinda, yang merupakan mitra kerja yang telah menjadi langganannya selama 4 tahun, terhitung sejak tahun 2012.
Bahwa PIHAK PERTAMA memberikan leasing barang-barang tersebut di atas kepada PIHAK KEDUA melalui kantor cabang di Samarinda, yang merupakan mitra kerja yang telah menjadi langganannya selama 4 tahun, terhitung sejak tahun 2012.
Maka berhubung dengan
segala sesuatu yang diuraikan di atas para pihak telah bersepakat bahwa leasing
ini dilakukan dan diterima dengan peraturan dan perjanjian-perjanjian sebagai
berikut :
PASAL 1
DEFINIS
Perjanjian ini adalah perjanjian Leasing yaitu sewa guna usaha, merupakan perjanjian penyediaan modal berupa barang-barang modal yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA sebagai LESSOR kepada PIHAK KEDUA sebagai LESSEE, dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian ini, selama masa waktu tersebut PIHAK KEDUA membayar uang sewa kepada PIHAK PERTAMA dengan ketentuan harga dan cara pembayaran yang ditetapkan dalam perjanjian ini, dan setelah masa jangka waktu berakhir, PIHAK PERTAMA memberikan hak opsi (optional) kepada PIHAK KEDUA, untuk memilih meneruskan jangka waktu sewa atau dapat membeli barang modal tersebut sesuai dengan sisa pembayaran yang belum dibayarkan, yaitu harga sisa/residu dari objek leasing, dengan syarat dan ketentuan serta harga dan cara pembayaran yang diatur dalam perjanjian ini.
PASAL 2
OBJEK LEASING
1. Objek
Leasing pada perjanjian yang dilakukan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA
merupakan barang yang sah menurut hukum dan tidak bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
2. PIHAK
KEDUA meleasing peralatan berat (heavy equipment) dan dump truck, dengan
rincian sebagai berikut:
a. Sekop
Hidrolik (hydraulic Shovel) sebanyak 2 unit, hasil produksi Jepang dengan merk
KABUTO.
b. Buldoser
(Bulldozer) sebanyak 4 unit, hasil produksi Jepang dengan merk TANAKA.
c. Truk
Penimbun (Dump Truck) sebanyak 4 unit, hasil produksi Jepang dengan merk HINO.
PASAL 3
HARGA DAN CARA
PEMBAYARAN
1. Para
pihak telah setuju dan sepakat bahwa harga objek leasing, dengan rincian
sebagai berikut:
No
|
Keterangan
|
Harga
per-unit
|
Jumlah
unit
|
Total
|
1
|
Sekop
Hidrolik (hydraulic shicell)
|
Rp.
2.786.125.000
|
2
|
Rp.
5.572.250.000
|
2
|
Buldoser
(bulldozer)
|
Rp.
900.000.000
|
4
|
Rp.
3.600.000.000
|
3
|
Truk
penimbun (Dump Truck)
|
Rp.
700.000.000
|
4
|
Rp.
2.800.000.000
|
4
|
TOTAL
HARGA KESELURUHAN
|
Rp.
11.972.250.000
|
2. Dalam
harga objek leasing tersebut sudah termasuk asuransi, ongkos dan/atau biaya
pengiriman semua barang-barang tersebut sampai ke tempat lokasi site
pertambangan yang bersangkutan yaitu di Kutai Kalimantan Timur.
3. Harga
sewa atas objek leasing adalah sebesar Rp 159.630.000 (US 17.000) per bulan
atau seluruhnya sebesar Rp 9.577.800.000,- selama 5 (lima) tahun periode
pertama.
4. PIHAK
KEDUA dapat memperpanjang jangka waktu sewa untuk 5 tahun periode kedua, dengan
ketentuan Harga sewa atas objek leasing periode kedua adalah sebesar Rp
25.000.000,- per bulan atau seluruhnya sebesar Rp 1.500.000.000,- selama 5
(lima) tahun periode kedua.
5. Cara
pembayaran objek leasing adalah dengan cara kredit dari total keseluruhan harga
objek leasing, yang dibayarkan diawal bulan yaitu pada tanggal 7 disetiap
bulannya, secara tunai setiap bulannya selama 60 bulan, oleh PIHAK KEDUA kepada
PIHAK PERTAMA, atau dengan cara pembayaran alternatif melalui giro bilyet
dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK PERTAMA.
PASAL
4
HAK
OPSI
1. PIHAK
PERTAMA memberikan hak opsi kepada PIHAK KEDUA untuk memperpanjang jangka waktu
sewa ketika masa jangka waktu sewa 5 tahun setiap periodenya akan berakhir atau
dapat membeli objek leasing dengan membayarkan harga sisa/residu dari
perlengkapan pertambangan batubara sebesar Rp 2.394.450.000,-
2. Hak
Opsi yang dimiliki oleh PIHAK KEDUA harus diajukan kepada PIHAK PERTAMA secara
tertulis terhitung 3 bulan sebelum masa jangka waktu sewa 5 tahun setiap
periodenya berakhir.
PASAL
5
JANGKA
WAKTU
1. Perjanjian
leasing ini berlaku lima tahun setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan
akan berakhir masa leasing dengan sendirinya pada tanggal 7 November 2017,
kecuali diperpanjang dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam perjanjian
ini.
2. Perjanjian
ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu sewa 5 tahun, setelah berakhirnya
masa jangka waktu sewa 5 (lima) tahun periode pertama, dengan syarat-syarat
yang disepakati oleh kedua belah pihak.
3. PIHAK
KEDUA dalam jangka waktu 3 bulan sebelum masa berakhirnya perjanjian harus
menyatakan kehendaknya secara tertulis apabila berkehendak untuk melakukan
perpanjangan jangka waktu sewa objek leasing dalam perjanjian ini.
4. Setelah
jangka waktu masa sewa berakhir, PIHAK KEDUA dapat membeli objek leasing kepada
PIHAK PERTAMA, dengan harga Rp 2.394.450.000,- harga tersebut merupakan harga
sisa/residu dari perlengkapan pertambangan batubara.
5. Apabila
PIHAK KEDUA tidak memperpanjang jangka waktu sewa maka PIHAK KEDUA dapat
membuat perjanjian leasing yang baru dengan PIHAK PERTAMA, dengan peralatan
pertambangan batu bara yang baru.
PASAL
6
JAMINAN
1. PIHAK
PERTAMA memberikan jaminan pada objek leasing yang disewakan kepada Pihak Kedua
bahwa alat-alat berat tersebut adalah merupakan milik sah dari PIHAK PERTAMA
dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut memilikinya.
2. PIHAK
PERTAMA memberikan jaminan selama perjanjian ini berlangsung kepada Pihak Kedua
terhadap objek leasing yang berkaitan dalam hal peralatan tersebut tidak dapat
dioperasikan sebagaimana meastinya, maka ongkos pengembalian barang – barang
tersebut, serta biaya pengacara untuk menyelesaikan perkara tersebut yang
dinilai 20% ditanggung oleh PIHAK PERTAMA
3. Apabila
terjadi perubahan kepemilikan terhadap objek leasing tersebut selama jangka
waktu sewa, PIHAK KEDUA tetap dapat menikmati hak sewa sampai berakhirnya
perjanjian ini.
PASAL
7
HAK
DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA
1. PIHAK
PERTAMA wajib menyerahkan objek leasing tersebut seutuhnya setelah PIHAK KEDUA
menandatangani Surat Perjanjian ini dan membayarkan uang sewa bulan pertama,
sebagaimana sudah disetujui dan disepakati sebelumnya.
2. PIHAK
PERTAMA wajib bertanggung jawab atas objek leasing yang disewakan kepada pihak
kedua, sesuai dengan kewajiban yang diatur dalam perjanjian ini.
3. PIHAK
PERTAMA wajib menyerahkan objek leasing tersebut kepada PIHAK KEDUA meliputi
segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi penggunanya
yang tetap, selama jangka waktu masa sewa.
4. PIHAK
PERTAMA wajib menyerahkan objek leasing tersebut meliputi segala sesuatu yang
menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi penggunanya yang tetap, beserta
surat-surat bukti kepemilikan, setelah PIHAK KEDUA menggunakan hak opsi untuk
membeli objek leasing kepada PIHAK PERTAMA, dan membayarkan sejumlah uang yang
sebagaimana diatur dengan syarat-syarat dan ketentuan dalam perjanjian ini
5. PIHAK
PERTAMA berkewajiban menanggung biaya asuransi terhadap pengapalan/pengiriman
dan juga menanggung biaya pengiriman, objek leasing sampai ketempat
lokasi pengoperasian yaitu site pertambangan yang bersangkutan.
6. PIHAK
PERTAMA berkewajiban menyediakan serta mengirimkan instruktur yang akan
memberikan kemahiran dan pemahaman bagaimana objek leasing tersebut
dioperasikan kepada para pekerja yang akan mengoperasikannya.
7. PIHAK
PERTAMA berhak menerima pembayaran secara lunas terhadap objek leasing, sesuai
dengan ketentuan dan cara pembayaran yang sebagaimana telah disepakati dan
disetujui sebelumnya oleh kedua belah pihak.
8. PIHAK
PERTAMA berhak untuk melakukan pengecekan terhadap objek leasing tersebut
selama disewakan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada PIHAK KEDUA.
9. Apabila
Pihak Kedua tidak dapat melunasi pembayaran setiap bulannya, maka PIHAK PERTAMA
dapat memberikan surat teguran pelunasan tagihan disetiap keterlambatan waktu
pembayaran.
10. Pada
saat berakhirnya perjanjian ini, PIHAK KEDUA harus menyerahkan kembali objek
leasing dalam keadaan yang baik dan terpelihara kepada PIHAK PERTAMA.
PASAL
8
HAK
DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
1. PIHAK
KEDUA berhak atas objek leasing yang disepakati dan disetujui sebelumnya sesuai
dengan harga, jaminan, dan cara pembayaran yang telah disepakati dan disetujui
dalam perjanjian ini.
2. PIHAK
KEDUA berhak atas pembinaan instruktur yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA
sebelum penggunaan dan pengoperasian terhadap objek leasing yang sebagaimana
telah disepakati dan disetujui.
3. PIHAK
KEDUA wajib membayar harga sewa terhadap objek leasing selama jangka waktu
sewa, pada waktu, tempat, dan cara pembayaran sebagaimana ditetapkan menurut
perjanjian ini.
4. PIHAK
KEDUA Berhak atas hak opsi untuk meneruskan/memperpanjang hak guna sewa atau
membeli objek leasing kepada PIHAK KEDUA, dengan ketentuan, syarat-syarat,
harga dan cara pembayaran sebegaimana ditetapkan menurut perjanjian ini.
5. Segala
kerusakan dari objek leasing menjadi tanggungan sepenuhnya dari PIHAK KEDUA
kecuali terhadap kerusakan yang ditimbulkan bukan oleh PIHAK KEDUA (force
majuer) akan ditanggung secara bersama oleh kedua belah pihak sebagaimana yang
disepakati.
6. Selama
perjanjian ini berlangsung, PIHAK KEDUA tidak diperkenankan untuk memindahkan
hak guna sewanya sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa
persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
7. PIHAK
KEDUA berhak untuk meminta perpanjangan jangka waktu masa sewa kepada PIHAK
PERTAMA sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian
ini.
PASAL
9
FORCE
MAJEURE
Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang
disebabkan oleh bencana alam, dan kejadian tersebut tidak pernah terduga oleh
para pihak sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka seyogyanya hal
tersebut harus sudah disepakati diantara para pihak.
PASAL
10
SANKSI
DAN DENDA
1. PIHAK
KEDUA yang tidak dapat menyelesaikan pembayaran setiap bulannya sesuai dengan
waktu dan cara pembayaran, maka pihak kedua dikenakan denda sebesar Rp
2.000.000,-/hari terhitung sejak setelah tanggal 7 disetiap awal bulan.
2. Apabila
PIHAK KEDUA tetap tidak dapat menyelesaikan pembayaran hingga 6 bulan
berturut-turut maka PIHAK PERTAMA dapat menahan dan/atau menarik kembali objek
leasing dibawah penguasaannya hingga sisa pembayaran dapat dilunasi.
3. Apabila
objek leasing selama proses penahanan oleh PIHAK PERTAMA melebihi selama waktu
3 bulan, maka PIHAK PERTAMA dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara
yang diatur di dalam perjanjian ini.
4. Apabila
pada saat berakhirnya perjanjian ini, PIHAK KEDUA tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan PIHAK KEDUA tidak
menyatakan kehendaknya untuk memperpanjang perjanjian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dan Pasal 8, maka untuk setiap keterlambatan tidak memperpanjang
jangka waktu sewa setelah masa jangka waktu sewa berakhir, maka PIHAK KEDUA
akan dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000,-/hari, dan denda tersebut dapat
ditagih seketika dan sekaligus lunas oleh PIHAK PERTAMA .
5. Apabila
keterlambatan tersebut berlangsung hingga 30 hari sejak berakhirnya perjanjian,
maka PIHAK KEDUA memberi kuasa kepada PIHAK PERTAMA untuk mengambil objek
leasing atas biaya PIHAK KEDUA dan bilamana perlu dengan bantuan pihak
kepolisian setempat.
PASAL 11
BERAKHIRNYA
PERJANJIAN
Perjanjian ini akan berakhir apabila
masa jangka waktu sewa telah berakhir sebagaimana tercantum dalam pasal 5,
maupun kedua belah pihak telah melaksanakan hak dan kewajiban yang tercantum
dalam Pasal 7 dan Pasal 8 sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
PASAL
12
PENYELESAIAN
SENGKETA
1. Apabila
terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak
akan menyelesaikannya secara musyawarah.
2. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak
berhasil, maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap
di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
PASAL
13
AMANDEMEN
Apabila ada suatu perubahan yang belum
diatur sebelumnya dalam kesepakatan para pihak atau belum diatur dalam surat
perjanjian ini maka akan dimusyawarahkan lebih lanjut oleh para pihak dan hasil
dari musyawarah tersebut akan dituangkan dalam addendum yang tak terpisahkan
dari perjanjian ini.
PASAL
14
LAIN-LAIN
Surat
Perjanjian Leasing ini bermaterai Rp 6.000,- dan rangkap 2 (dua), yang
masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama.
Demikian Perjanjian ini disetujui dan dibuat, serta ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak.
Demikian Perjanjian ini disetujui dan dibuat, serta ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak.
Jakarta, 5 April
2016.
Pihak
Pertama Pihak Kedua
SAKSI-SAKSI
·
Putra Perwira, S.H.
·
Rudolof Parepare, S.E.
·
Muktaman Rasyid, S.H.
·
Ahmad Sukamto, S.T.
Macam-macam
Perikatan dan Perjanjian
1. Perikatan
A. Macam-macam Perikatan
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas beberapa
macam, yakni :
1.
Menurut isi dari pada prestasinya :
a.
Perikatan positif dan perikatan negatif
Perikatan
positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan positif yaitu memberi
sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif adalah perikatan yang
prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
b.
Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan
sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya sukup hanya dilakukan
dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat tujuan perikatan
telah tercapai.
c.
Perikatan alternatif
Perikatan
alternatif adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari
dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
d.
Perikatan fakultatif
Perikatan
fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
e.
Perikatan generik dan spesifik
Perikatan
generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan jumklah
barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan
dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak ciri-ciri khususnya.
f.
Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan
yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian
mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tak
dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak dapat dibagi.
2.
Menurut subyeknya
a.
Perikatan tanggung-menanggung (tanggung renteng)
Perikatan
tanggung-menanggung adalah perikatan dimana debitur dan/atau kreditur terdiri
dari beberapa orang.
b.
Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan
pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri
sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain. Sedangkan perikatan
tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai
perikatan pokok.
3.
Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya
a.
Perikatan bersyarat
Perikatan
bersyarat adalah perikatan yang lahirnya mauypun berakhirnya (batalnya)
digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan tidak tentu terjadi.
b.
Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan
dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang pelaksanaanya ditangguhkan sampai
pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat
dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba.
B. Macam-macam
Perikatan Menurut Undang-undang Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan dapat dibedakan atas beberapa
macam, yakni :
1. Perikatan
bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan
atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan
lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu perjanjian yang
demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Menurut Pasal
1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat
mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang
masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya
peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya
peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat
yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa
yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi atau belum tentu
kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan
bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh;
b. Perikatan dengan syarat berakhir.
a. Perikatan dengan
syarat tangguh
Apabila
syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan
(pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk
berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami
paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan
terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan,
jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.
b. Perikatan dengan
syarat batal
Perikatan
yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi
(pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K
selam dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan
rumah tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F
wajib menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya.
Istilah syarat berakhir dan bukan syarat batal yang
digunakan karena istilah syarat berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat
batal pada umumnya mengesankan adanya sesuatu secara melanggar hukum yang
mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan memang perjanjian tersebut tidal
batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya perikatan tersebut atas kesepakatan
para pihak sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut dimintakan
pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi hukum.
2. Perikatan
Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa
pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang
ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya sudah
pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada anak
laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang
sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan”[9].
Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang
perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan waktu
tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya”. Pasal
ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan lahirnya perikatan,
tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa perjajian dengan
waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang
tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara suatu syarat dengan ketetapan waktu
ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau
tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan
datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya. Misalnya meninggalnya
seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu
ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian perburuhan,
suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukan dan
lain sebagainya.
3. Perikatan
mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua
macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran dibitur boleh memenuhi presatasi
dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun,
debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu
dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari
dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan
berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara
tegas diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272 KUHperdata tentang mengenai
perikatan-perikatan mana suka (alternatif) berbunyi, “tentang
perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu
dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan
sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan alternatif ini
debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang
yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif
adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua
ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian, debitur tdak dapat memaksakan
kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian
barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima
seekor sapi dan seekor kerbau.
4. Perikatan
tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan diaman beberapa orang
bersama-sam sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang
menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu
piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit
sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama mengahadapi
orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk
membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka
pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang
dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara
tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing
dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-.
Pada dasarnya perikatan tannggung menanggung meliputi,
(a). Perikatan tanggung menanggung aktif, (b). Perikitan tanggung menanggung
pasif.
a. Perikatan
tanggung menanggung aktif
Perikatan
tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa
orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung
menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan : “ adalah
terserah kepada yang berpiutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang
kepada yang 1 (satu) atau kepada yang lainnya diantara
orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu. Meskipun
pembebasan yang diberikan oleh salah satu orang berpiutangdalam suatu perikatan
tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan siberutang untuk selebihnya dari
bagian orang yang berpiutang tersebut”.
b. Perikatan
tanggung menanggung pasif
Perikatan
tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang.
Contoh “ X tidak berhasil memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya
dari debitor Y, dalam hal ini X masih dapat menagih kepada debitor Z yang
tanggung menanggung dengan Y. Dengan demikian kedudukan kreditor lebih aman”.
5. Perikatan
yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau
tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak
dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi
hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu
berdasarkan pada.:
a. Sifat
benda yang menjadi objek perikatan
b. Maksud
perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu
mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitor
atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang kreditor perikatan itu
dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
6. Perikatan
dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah
saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana
siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman
itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya
merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri
oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304 tentang
mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ anman
hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk
imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu
manakala perikatan itu tidak dipenuhi”.
2. Perjanjian
Pengertian
Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
lain atau lebih.
Para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda
mengenai pengertian perjanjian,
o Abdulkadir
Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai
harta kekayaan.
o Menurut
J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,
dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan
akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya
perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini
berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum
perdata.
Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari
bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah Suatu kontrak
tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan
adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun
dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu
transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu
keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik
atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Macam – Macam Perjanjian
a. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban. Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
b. Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah
satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua
belah pihak.
c. Perjanjian
konsensuil, formal dan, riil. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus
dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana
selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian
bernama, tidak bernama dan, campuran. Perjanjian bernamaadalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan
kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang
mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan
pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
perjanjian, yaitu :
a. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya. Syarat pertama merupakan awal dari
terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi
perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat
tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan
kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari
salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
b. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan. Pada saat penyusunan kontrak, para pihak
khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum
dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan
mereka yang berada dibawah pengampunan.
c. Mengenai
suatu hal tertentu. Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
d. Suatu
sebab yang halal. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1.
kesempatan penarikan kembali penawaran;
2.
penentuan resiko
3.
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4.
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Pelaksanaan Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP
menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur
dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa
yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi
subjek dalam kontrak itu.
Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan
kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut
dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
· Tidak
memenuhi prestasi sama sekali
· Terlambat
memenuhi prestasi, dan
· Memenuhi
prestasi secara tidak sah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar