Bidang
property semakin hari semakin berkembang dengan pesatnya, demand yang tinggi
membuat para pelaku di bidang ini berupaya sebisa mungkin untuk terus mensupply
kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin melirik bidang property sebagai
salah satu cara untuk berinvestasi. Karena tidka dapat di pungkiri bahwa bidang
property akan terus mendapatkan perhatian khusus di hati para pelakunya.
Keterbatasan lahan menjadi salah satu faktor kenapa property adalah investasi
yang menjanjikan, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk yang pesat,, dan
kebutuhan akan hunian juga semakin besar, maka tidak heran kalau lahan yang ada
secara terbatas menjadi rebutan para developer property agar bisa mengembangkan
bisnisnya. Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih dalam, akan lebih baik jika
kita mengetahui arti dari property itu sendiri, dana pa yang ada di dalam
bisnis property sebenarnya?
Menurut
KBBI yang di maksud Properti adalah harta berupa
tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan yang dimaksudkan; tanah milik dan
bangunan. Sedangkan dilansir dari Wikipedia.com property dapat di artikan
sebagai sesuatu yang biasanya dikenal sebagai entitas dalam kaitannya dengan
kepemilikan seseorang atau sekelompok orang atas suatu hak eksklusif.
Bentuk yang utama dari properti ini adalah termasuk real
property (tanah), kekayaan pribadi (personal property) (kepemilikan barang
secara fisik lainnya), dan kekayaan intelektual. hak dari kepemilikan adalah terkait dengan properti yang menjadikan sesuatu
barang menjadi "kepunyaan seseorang" baik pribadi maupun kelompok,
menjamin si pemilik atas haknya untuk melakukan segala suatu terhadap properti
sesuai dengan kehendaknya, baik untuk menggunakannya ataupun tidak
menggunakannya, untuk mengalihkan hak kepemilikannya. Beberapa ahli filosofi
menyatakan bahwa hak atas properti timbul dari norma sosial. Beberapa lainnya
mengatakan bahwa hak itu timbul dari moralitas atau hukum alamiah (natural law).
Jadi secara garis besar pengertian
properti memang mengarah kepada tanah dan bangunan, tapi kalau kita kembangkan
lagi property tidak hanya sebatas itu, karena hak cipta dan hak intelektual
juga ternyata bisa di katakana sebagai property. Terlepas
dari pengertian mengenai properti, ada dua jenis properti yaitu yang non
komersial dan komersial. Kalau properti non komersial, maka properti yang
dimiliki hanya sekedar untuk kebutuhan sehari-hari seperti rumah yang akan
digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal. Kalau properti komersial, memang
penyediaannya untuk kebutuhan mencari keuntungan. Membuat rumah, memang
tujuannya untuk penyewaan tempat tinggal atau memang jual-beli perumahan.
Dalam pembahasan ini, akan lebih mempersempit focus pada
property tanah dan bangunan, karena kedua hal ini tidak dapt di pisahkan, di
mana ketika kita akan membuat bangunan maka di perlukan juga tanah.seperti
sudah di jelaskan di awal bahwa ketersidaan lahan atau tanah semakib sedikit
maka tidak heran harga tanah atau lahan akan terus melonjak naik, karena memang
semakin banyak demand dan developer yang berebut untuk mengolah tanah atau
lahan tersebut. Pada saat melakukan jual beli tanah dan bangunan, baik pembe;I
maupun penjual akan dikenakan pajak. Untuk penjual akan di kenakan pajak
penghasilan (PPh) sebesar 2,5% atas uang pembayaran harga tanah yang di terima
nya, sednangkan untuk pembeli akan di kenakan pajak Bea perolehan hak atas
tanahn dan bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari perolehan ha katas tanahnya.
Semakin besar nilai transaksi maka akan semakin besar juga nominal pajak yang
harus di bayarkan. Tidak sedikit “oknum” yang berusaha mensiasati peraturan ini
dengan melakukan fraud, dengan cara mengecilkan nilai transaksi supaya nominal
pajak yang harus dibayarkan juga tidak terlalu besar. Sebenarnya apa itu fraud
dan bagaimana ciri-ciri dari fraud itu sendiri?
Menurut James Hall (2011), Fraud (kecurangan)
merupakan kesalahan penyajian dari fakta material yang dibuat oleh salah satu
pihak ke pihak yang lain dengan niatan untuk menipu dan menyebabkan pihak lain
yang mengandalkan fakta tersebut mengalami kerugian. Sementara itu di dunia
bisnis fraud (kecurangan) mempunyai makna yang lebih spesifik, yaitu penipuan
dengan niat, penyalahgunaan aset perusahaan, atau manipulasi data keuangan
untuk kepentingan pelaku. Jadi dapat dikatakan bahwa fraud adalah tindakan
curang, yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan
diri-sendiri/kelompok ATAU merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau
institusi).
Dari definisi di atas, bisa kita lihat
fraud mengandung beberapa unsur, yaitu:
·
Tindakan yang
disengaja
·
Kecurangan
·
Keuntung
pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain
Selain
itu Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu
pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization
(rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
a.
Pressure
Pressure
adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang
atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada
umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah
finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
b.
Opportunity
Opportunity
adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena
internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau
penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity
merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan
proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
c.
Rationalization
Rasionalisasi
menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran
atas tindakannya, misalnya:
1.
Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan
orang-orang yang dicintainya.
2.
Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya
berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji,
promosi, dll.)
3.
Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat
besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan
tersebut.
Tidak sedikit Fraud yang terjadi di bidang property
terutama untuk mensiasati pembayaran pajak agar nominalnya tidak besar. Bentuk
fraud yang di lakukan biasanya terjadi pada saat pembelian lahan atau tanah
dimana nominal yang di cantumkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi,
hal ini dilakukan supaya pajak yang dikenakan tidka besar dan masing-masing
pihak mendapatkan keuntungan dari kecurangan yang di lakukan ini. Karena sampai sekarang kecurangan di bidang
properti masih marak terjadi dan akan terus berulang karena kurangnya
pengawasan dan kesempatan yang terus ada.
Setelah mengetahui definisi dari property dan fraud
serta beberapa pengantar lain mengenai kasudu fraud dalam bidang proeprti,
untuk selanjutnya akan mencoba untuk menganalisa contoh fraud dalam proeprti
serta tindak dan upaya pencegahannya supaya fraud dalam bidang ini dapat
berkurang dan tidak merugikan negara lagi.
1.
Contoh peristiwa fraud di bidang property yang
merugikan pajak negara.
Ada banyak contoh kasus atau peristiwa fraud di bidang property yang
merugikan pajak negara, diantaranya:
a.
Dikutip dari laman merdeka.com
Pemerintah
Kota Bekasi, Jawa Barat, akan melakukan penelitian lapangan terkait terkait
jual beli tanah maupun properti di wilayah setempat. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi transaksi curang. Sehingga wajib pajak terhindar dari pajak
BPHTB yang tinggi. Agar biaya
BPHTB bisa lebih kecil, wajib pajak ada menyiasati dengan mengecilkan nilai
transaksi di notaris. Baik penjual maupun pembeli membuat nilai transaksi dalam
akta jual beli di bawah nilai transaksi sebenarnya.
Tahun
ini, pemerintah Kota Bekasi ditargetkan memperoleh pajak BPHTB sebesar Rp 351
miliar. Hingga awal Mei ini, baru terealisasi sebesar 24 persen atau Rp 84
miliar lebih.
Pesatnya
pertumbuhan tersebut, tak lepas dari pembangunan infrastruktur nasional seperti
tol Becakayu, dan LRT. Sehingga, banyak investor properti yang menanamkan
modalnya di Kota Bekasi.
b. Sementara
itu di laman pajak.go.id, ada artikel yang menuliskan bahwa
Transaksi se-kavling
tanah di kawasan SCBD, Jakarta Selatan seluas 9.700 meter dijual pada harga Rp
193 juta per meter. Jauh melampaui NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), bahkan nilai
taksiran appraisal swasta yang menilai di kisaran Rp.112 juta per meter.
Bukti konkret penggunaan
NJOP untuk penghitungan pajak transaksi muncul dari developer di Depok dan
Semarang.
Dalam sidang kasus
simulator SIM (18/06/2013), di mana ada penjualan rumah mewah oleh developer
kepada terdakwa, seharga Rp 7,1 milyar di Semarang. Namun di akta notaris,
hanya tertulis Rp 940 juta atau ada selisih harga Rp 6,1 milyar.
Atas transaksi ini, ada
potensi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang harus disetor 10 persen dikali Rp
6,1 milyar atau Rp 610 juta. Kekurangan lain PPh (Pajak Penghasilan) final
sebesar 5 persen dikalikan Rp 6,1 milyar atau Rp 300 juta.
Total kekurangan pajak
senilai Rp 900 juta. Jika developer ini menjual ratusan unit rumah mewah,
kerugian negara bisa mencapai puluhan milyar rupiah dari satu proyek perumahan.
Hal ini membantah
pernyataan asosiasi developer bahwa semua developer telah membayar pajak sesuai
ketentuan, dan tidak ada developer yang melaporkan transaksi senilai NJOP.
Bagi developer mustahil
kalau tidak tahu harga pasaran properti karena ini core business perusahaan.
Penggunaan nilai NJOP untuk transaksi developer, bukan karena ketidaktahuan
aturan pajak, namun tindakan kriminal menyembunyikan nilai omzet untuk
penghindaran pajak (tax evasion). Kejadian ini tidak hanya developer di
Semarang. Kasus seperti ini juga terjadi di Depok.
Terdakwa simulator SIM
juga membeli rumah seharga Rp 2,65 milyar. Namun di akta jual beli hanya tertulis
Rp 784 juta atau ada selisih Rp 1,9 milyar. Potensi PPN yang belum disetor
adalah 10 persen dikali Rp 1,9 milyar atau Rp 190 juta dan PPh final 5 persen
dikali Rp 1,9 milyar atau Rp 85 juta. Total pajak kurang dibayar developer
sebesar Rp.275 juta dari satu unit rumah saja.
2.
Deskripsi fraud dalam
bidang property
Berdasarkan dua artikel di atas mempunyai kesamaan dalam hal fraud
yang di lakukan. Yakni sama-sama melakukan fraud untuk mengurangi jumlah pajak
yang harus di bayarkan. Adapun ciri-ciri dari tindakan fraud adalah berupa
tindakan yang dengan sengaja di lakukan, berupa sebuah kecurangan, dan bersifat
memperkaya diri sendir atau kelompok. Untuk mengetahui apakah tindakan yang di
lakukan oleh pelaku berdasarkan artikel di atas, termasuk ke dalam fraud atau
tidak, dapat kita buktikan secara sederhana dengan menajwab beberapa pertanyaan
berikut ini.
a.
Apakah tindakan dengan mengecilkan nominal transaksi
dilakukan denngan sengaja? YA
b.
Apakah membuat data palsu dengan mengecilkan nominal
transaksi termasuk kecurangan? YA
c.
Apakah dengan membuat transaksi yang lebih kecil dapat
memperkaa diri sendiri atau kelompok? YA
Berdsarkan 3 pertanyaan itu sudah dapat di simpulkan bahwa kedua
artikel diatas mengandung unsur fraud untuk mengurangi jumlah pajak yang harus
di bayarkan.
3.
Modus dalam melakukan fraud di bidang property.
Modus yang di lakukan
dari kedua artikel diatas sedikit banyak mempunyai kesamaan, karena fraud yang
di lakukan pun sama. Adapun modus yang dilakukan berdasarakan artikel diatas
yaitu dengan memalsukan jumlah nominal dari transaksi yang di lakukan, yang
bertujuan untuk mengurangi jumkah pajak yang hahrus di bayarkan. Karena kalau
nominal dituliskan berdasarkan kenyataan, maka jumlah pajak yang dikenakan juga
akan semakin besar. Para pelaku Fraud ini dengan sengaja menuliskan nilai yang
lebih rendah dalam akta notaris, fraud ini dilakukan dengan sengaja baik oleh
penjual, pembeli ataupun oleh notarisnya.
Problem lainnya adalah peran makelar properti.
Developer biasanya menjual properti dengan harga diskon ke broker properti
tanpa akta peralihan hak, hanya kuasa menjual. Sehingga belum terkena pajak,
walaupun sudah ada pembayaran dari broker kepada developer.
Proses ini bisa berulang
sampai ke beberapa broker, nantinya akta jual beli dibuat pembeli terakhir
dengan developer. Lubang hukum juga dengan modus penyewaan properti, umumnya
strata title building, dalam jangka panjang antara 75-99 tahun.
Dengan dalih penyewaan,
akibatnya tidak ada akta jual beli sehingga pembeli bebas pajak dan developer
tidak perlu membayar PPN dan PPh. Padahal setelah 75 tahun, apartemen/rumah
susun akan dirobohkan karena sudah tua dan berbahaya.
4.
Tindakan hukum yang di berikan bagi para pelaku fraud
dalam bidang property
Belum ada tindakan hokum yang konkrit yang bisa di jadikan pegangan
untuk mengusut kasus dari artikel diatas, karena memang sejauh ini kalau sampai
terbukati melakukan kecurangan dengan sengaja, maka sanksi yang di berikan
hanya berupa pembayran pajak yang kurang bayar, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Seperti pada kasusu artikel kedua, dengan adanya fakta pengadilan,
terbuka kemungkinan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengembangkan kasus
pembelian rumah yang dilakukan oleh terdakwa simulator SIM ke arah penyidikan
pajak dengan tuduhan penggelapan pajak, mengingat ada usaha untuk
menyembunyikan transaksi yang sebenarnya. Dalam hal ini, penjual dapat
dikenakan tuduhan penggelapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 (2) dengan tarif
5% dari nilai transaksi yang bersifat final, sedangkan pembeli dapat dikenakan
tuduhan penggelapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan
tarif 5% dari nilai transaksi. Setelah itu pelaku hanya di haruskan melunasi
pajak kurang bayar dan membernarkan laporan yang sesuai dengan kenyataanya.
Selain itu Dirjen Pajak juga melakukan penegakan hukum bagi para
pelanggan pajak :
a.
Pasal
39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti
potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau
Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun
Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau
SSP.
b.
Pasal
41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank,
akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak
ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak,
pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
(Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
c.
Pasal 41C : Tidak memberikan
data/informasi :
v
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,
dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika
setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
v
Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak
terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
v
Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan
data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan
paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
v
Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data
dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.
5.
Upaya – upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi fraud dalam bidang property.
Ada banyak upaya pencegahan yang dapat di lakukan untuk mengurangi
kecurangan yang di lakukan dalam bidang property terhadap pembayaran pajak.
Diantaranya yaitu;
a.
Membentengi diri sendiri agar tidak tergoda dengan
kegiatan Fraud yang dilakukan oleh pihak lain.
Ketika tekanan dan kesempatan datang, tapi etika atau
pertahanan diri kita kuat, maka godaan untuk melakukan Fraud akan kalah dengan
sendirinya, tetapi sebaliknya, meskipun kesempatan dan tekanan untuk melakukan
fraud kecil, sementara etika kita rendah maka akan tetap melakukan kecurnagan
itu.
Maka sudah seharusnya kita untuk membentengi diri dari
hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan, karena sudah pasti itu akan
merugikan diri sendiri dan orang lain.
b. Pelatihan dan penyuluhan kepada pelaku bisnis di bidang
property khusunya, karena mungkin tidak sedikit para pelaku di bisnis ini yang
tidka mengetahui mengenai aturan yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu untuk
para broker dan makelar tanah sudah seharusnya mendapatkan semacam sekolah
khusus agar mereka lebih memahami tentang apa yang mereka kerjakan. Terutama
dalam bidang hokum dan perpajakan, karena selama ini masih banyak kecurangan
yang terjadi padda dua bidang ini.
c. Pengawasan pemerintah terhadap bidang ini harus lebih di
perjelas lagi, baik dari segi peraturan dan hokum bagi yang tidak mematuhinya.
Karena sampai sekarang masih saja para pelaku Fraud bebas dari jerat hokum
akibat dari kurang jelasnya peraturan yang ada.
d. Pemenuhan administrasi dan kebijakan dibidang perpajakan.
Administrasi
dalam pengelolaan perpajakan harus diatur dengan baik sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan kebijakan dibidang perpajakan harus
disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia pada saat ini. Sehingga mereka
tidak akan merasa terbebani dengan adanya pajak.
e. Menumbuhkan kepatuhan wajib pajak dengan mengubah persepsi
masyarakat terhadap pajak.
Selama
ini, masyarakat Indonesia menganggap bahwa pajak itu tidak penting sehingga
mereka cenderung tidak mau membayar pajak. Mereka memandang bahwa pajak yang
mereka bayarkan kepada pemerintah hanya akan dinikmati oleh pejabat tinggi saja
dan tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan
mengubah persepsi masyarakat tentang pajak yang kurang baik tersebut maka
masyarakat akan tergugah hatinya untuk mematuhi pembayaran pajak karena
sesungguhnya pajak digunakan untuk pembangunan kepentingan masyarakat dan juga
kesejahteraan masyarakat.
Referensi :
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/properti